Sunday, March 11, 2012

Zulhijah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Zulhijah (Bahasa Arab: ذو الحجة, transliterasi: Dzulhijjah), adalah bulan keduabelas dan terakhir dalam penanggalan hijriyah. Umat Islam berbeda pendapat dalam menentukan awal Zulhijah. Ada yang menggunakan hisab, rukyah, maupun mengikuti penetapan awal Zulhijah di Arab Saudi.

Arti penting

  • Pada tanggal 9 bulan ini, umat Islam yang beribadah haji melakukan wukuf di Arafah, sementara yang tidak beribadah haji disunahkan agar berpuasa Arafah.
  • Pada tanggal 10 bulan ini, umat Islam memperingati hari raya Idul Adha (di Indonesia dikenal dengan nama hari raya kurban)
  • Pada bulan ini juga para pemeluk agama Islam menunaikan Ibadah Haji ke tanah suci Mekkah yakni antara tanggal 8 hingga 12.

Syawal

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
 
Syawal, adalah bulan kesepuluh dalam penanggalan hijriyah dan penanggalan Jawa. Pada tanggal 1 Syawal, umat Islam merayakan hari raya Idul Fitri sebagai perayaan setelah menjalani puasa pada bulan sebelumnya yakni bulan Ramadan.

Syakban

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Syakban (Bahasa Arab: شعبان, transliterasi: Sya'ban), adalah bulan kedelapan dalam penanggalan hijriyah. Bulan ini dikenal sebagai bulan Rasulullah SAW.

Safar

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Safar adalah bulan kedua dalam penanggalan hijriyah. Sapar adalah bulan kedua dalam penanggalan Jawa

Rabiul awal

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Rabiul awal adalah bulan ketiga dalam penanggalan hijriyah.

Arti penting

arti menurut istilah rabi'( menetap) awal( pertama )

Rabiul akhir

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Rabiul Akhir adalah bulan keempat dalam penanggalan hijriyah.

Rajab

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Rajab, adalah bulan ketujuh dalam penanggalan hijriyah dan penanggalan Jawa. Bulan ini dikenal sebagai bulan Allah.[1]. Pada tanggal 27 di bulan ini, umat Islam di seluruh dunia merayakan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW, yaitu pada saat Rasulullah melakukan perjalanan dari Masjidil Haram (Makkah)ke Masjidil Aqsha (Palestina) dengan Buraq, dan dari Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha menghadap Allah SWT.

Kalender Hijriyah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kalender Hijriyah atau Kalender Islam (bahasa Arab: التقويم الهجري; at-taqwim al-hijri), adalah kalender yang digunakan oleh umat Islam, termasuk dalam menentukan tanggal atau bulan yang berkaitan dengan ibadah, atau hari-hari penting lainnya. Kalender ini dinamakan Kalender Hijriyah, karena pada tahun pertama kalender ini adalah tahun dimana terjadi peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622 M. Di beberapa negara yang berpenduduk mayoritas Islam, Kalender Hijriyah juga digunakan sebagai sistem penanggalan sehari-hari. Kalender Islam menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya, berbeda dengan kalender biasa (kalender Masehi) yang menggunakan peredaran Matahari.

Sejarah

Penentuan dimulainya sebuah hari/tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda dengan pada Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya Matahari di tempat tersebut.
Kalender Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari).Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.
Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam Kalender Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan Matahari. Usia bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon) di titik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan Matahari (perihelion). Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige (jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari Matahari (aphelion). Dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit tersebut (Bulan, Bumi dan Matahari).
Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya penampakan (visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan hilal.
Penetapan kalender Hijriyah dilakukan pada jaman Khalifah Umar bin Khatab, yang menetapkan peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari Mekah ke Madinah. Kalender Hijriyah juga terdiri dari 12 bulan, dengan jumlah hari berkisar 29-30 hari. Penetapan 12 bulan ini sesuai dengan firman Allah Subhana Wata'ala: ”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS : At Taubah(9):36). Sebelumnya, orang Arab pra-kerasulan Rasulullah Muhammad SAW telah menggunakan bulan-bulan dalam kalender hijriyah ini. Hanya saja mereka tidak menetapkan ini tahun berapa, tetapi tahun apa. Misalnya saja kita mengetahui bahwa kelahiran Rasulullah SAW adalah di tahun gajah.Abu Musa Al-Asyári sebagai salah satu gubernur di zaman Khalifah Umar r.a. menulis surat kepada Amirul Mukminin yang isinya menanyakan surat-surat dari khalifah yang tidak ada tahunnya, hanya tanggal dan bulan saja, sehingga membingungkan. Khalifah Umar lalu mengumpulkan beberapa sahabat senior waktu itu. Mereka adalah Utsman bin Affan r.a., Ali bin Abi Thalib r.a., Abdurrahman bin Auf r.a., Sa’ad bin Abi Waqqas r.a., Zubair bin Awwam r.a., dan Thalhan bin Ubaidillah r.a. Mereka bermusyawarah mengenai kalender Islam. Ada yang mengusulkan berdasarkan milad Rasulullah saw. Ada juga yang mengusulkan berdasarkan pengangkatan Muhammad saw menjadi Rasul. Dan yang diterima adalah usul dari Ali bin Abi Thalib r.a. yaitu berdasarkan momentum hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Yatstrib (Madinah). Maka semuanya setuju dengan usulan Ali r.a. dan ditetapkan bahwa tahun pertama dalam kalender Islam adalah pada masa hijrahnya Rasulullah saw. Sedangkan nama-nama bulan dalam kalender hijriyah ini diambil dari nama-nama bulan yang telah ada dan berlaku pada masa itu di wilayah Arab.

Nama-nama bulan

Kalender Hijriyah terdiri dari 12 bulan:
No Penanggalan Islam Lama Hari
1 Muharram 30
2 Safar 29
3 Rabiul awal 30
4 Rabiul akhir 29
5 Jumadil awal 30
6 Jumadil akhir 29
7 Rajab 30
8 Sya'ban 29
9 Ramadhan 30
10 Syawal 29
11 Dzulkaidah 30
12 Dzulhijjah 29/(30)
Total 354/(355)

Keterangan

  • Tanda kurung merupakan tahun kabisat dalam kalender Hijriyah dengan metode sisa yaitu 3-3-2 yang berjumlah 11 buah yaitu 2,5,8,10,13,16,18,21,24,26 dan 29.

Nama-nama hari

Kalender Hijriyah terdiri dari 7 hari. Sebuah hari diawali dengan terbenamnya Matahari, berbeda dengan Kalender Masehi yang mengawali hari pada saat tengah malam. Berikut adalah nama-nama hari:
  1. al-Itsnayn (Senin)
  2. ats-Tsalaatsa' (Selasa)
  3. al-Arba'aa / ar-Raabi' (Rabu)
  4. al-Khamsatun (Kamis)
  5. al-Jumu'ah (Jumat)
  6. as-Sabat (Sabtu)
  7. al-Ahad (Minggu)

Sejarah

Penentuan kapan dimulainya tahun 1 Hijriah dilakukan 6 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad. Namun demikian, sistem yang mendasari Kalender Hijriah telah ada sejak zaman pra-Islam, dan sistem ini direvisi pada tahun ke-9 periode Madinah.

Sistem kalender pra-Islam di Arab

Sebelum datangnya Islam, di tanah Arab dikenal sistem kalender berbasis campuran antara Bulan (komariyah) maupun Matahari (syamsiyah). Peredaran bulan digunakan, dan untuk mensinkronkan dengan musim dilakukan penambahan jumlah hari (interkalasi).
Pada waktu itu, belum dikenal penomoran tahun. Sebuah tahun dikenal dengan nama peristiwa yang cukup penting di tahun tersebut. Misalnya, tahun dimana Muhammad lahir, dikenal dengan sebutan "Tahun Gajah", karena pada waktu itu, terjadi penyerbuan Ka'bah di Mekkah oleh pasukan gajah yang dipimpin oleh Abrahah, Gubernur Yaman (salah satu provinsi Kerajaan Aksum, kini termasuk wilayah Ethiopia).

Revisi penanggalan

Pada era kenabian Muhammad, sistem penanggalan pra-Islam digunakan. Pada tahun ke-9 setelah Hijrah, turun ayat 36-37 Surat At-Taubah, yang melarang menambahkan hari (interkalasi) pada sistem penanggalan.

Penentuan Tahun 1 Kalender Islam

Setelah wafatnya Nabi Muhammad, diusulkan kapan dimulainya Tahun 1 Kalender Islam. Ada yang mengusulkan adalah tahun kelahiran Muhammad sebagai awal patokan penanggalan Islam. Ada yang mengusulkan pula awal patokan penanggalan Islam adalah tahun wafatnya Nabi Muhammad.
Akhirnya, pada tahun 638 M (17 H), khalifah Umar bin Khatab menetapkan awal patokan penanggalan Islam adalah tahun dimana hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah. Penentuan awal patokan ini dilakukan setelah menghilangkan seluruh bulan-bulan tambahan (interkalasi) dalam periode 9 tahun. Tanggal 1 Muharam Tahun 1 Hijriah bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622, dan tanggal ini bukan berarti tanggal hijrahnya Nabi Muhammad. Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad terjadi bulan September 622. Dokumen tertua yang menggunakan sistem Kalender Hijriah adalah papirus di Mesir pada tahun 22 H, PERF 558.

Tanggal-tanggal penting

Tanggal-tanggal penting dalam Kalender Hijriyah adalah:

Hisab dan Rukyat

Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni mengamati penampakan bulan sabit yang pertama kali tampak setelah bulan baru (ijtima). Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang, atau dengan alat bantu optik seperti teleskop. Apabila hilal terlihat, maka pada petang tersebut telah memasuki tanggal 1.
Sedangkan hisab adalah melakukan perhitungan untuk menentukan posisi bulan secara matematis dan astronomis. Hisab merupakan alat bantu untuk mengetahui kapan dan dimana hilal (bulan sabit pertama setelah bulan baru) dapat terlihat. Hisab seringkali dilakukan untuk membantu sebelum melakukan rukyat.
Penentuan awal bulan menjadi sangat signifikan untuk bulan-bulan yang berkaitan dengan ibadah, seperti bulan Ramadan (yakni umat Islam menjalankan puasa ramadan sebulan penuh), Syawal (yakni umat Islam merayakan Hari Raya Idul Fitri), serta Dzulhijjah (dimana terdapat tanggal yang berkaitan dengan ibadah Haji dan Hari Raya Idul Adha). Penentuan kapan hilal dapat terlihat, menjadi motivasi ketertarikan umat Islam dalam astronomi. Ini menjadi salah satu pendorong mengapa Islam menjadi salah satu pengembang awal ilmu astronomi sebagai sains, lepas dari astrologi pada Abad Pertengahan.
Sebagian umat Islam berpendapat bahwa untuk menentukan awal bulan, adalah harus dengan benar-benar melakukan pengamatan hilal secara langsung (rukyatul hilal). Sebagian yang lain berpendapat bahwa penentuan awal bulan cukup dengan melakukan hisab (perhitungan matematis), tanpa harus benar-benar mengamati hilal. Metode hisab juga memiliki berbagai kriteria penentuan, sehingga seringkali menyebabkan perbedaan penentuan awal bulan, yang berakibat adanya perbedaan hari melaksanakan ibadah seperti puasa Ramadan atau Hari Raya Idul Fitri.

Rupa-rupa

  • Menurut perhitungan, dalam satu siklus 30 tahun Kalender Hijriyah, terdapat 11 tahun kabisat dengan jumlah hari sebanyak 355 hari, dan 19 tahun dengan jumlah hari sebanyak 354 hari. Dalam jangka panjang, satu siklus ini cukup akurat hingga satu hari dalam sekitar 2500 tahun. Sedangkan dalam jangka pendek, siklus ini memiliki deviasi 1-2 hari.
  • Microsoft menggunakan Algoritma Kuwait untuk mengkonversi Kalender Gregorian ke Kalender Hijriyah. Algoritma ini diklaim berbasis analisis statistik data historis dari Kuwait, namun dalam kenyataannya adalah salah satu variasi dari Kalender Hijriyah tabular.
  • Untuk konversi secara kasar dari Kalender Hijriyah ke Kalender Masehi (Gregorian), kalikan tahun Hijriyah dengan 0,97, kemudian tambahkan dengan angka 622.
  • Setiap 33 atau 34 tahun Kalender Hijriyah, satu tahun penuh Kalender Hijriyah akan terjadi dalam satu tahun Kalender Masehi. Tahun 1429 H lalu terjadi sepenuhnya pada tahun 2008 M.

Kalender Hijriah dan Penanggalan Jawa

Sistem Kalender Jawa berbeda dengan Kalender Hijriyah, meski keduanya memiliki kemiripan. Pada abad ke-1, di Jawa diperkenalkan sistem penanggalan Kalender Saka (berbasis Matahari) yang berasal dari India. Sistem penanggalan ini digunakan hingga pada tahun 1625 Masehi (bertepatan dengan tahun 1547 Saka), Sultan Agung mengubah sistem Kalender Jawa dengan mengadopsi Sistem Kalender Hijriah, seperti nama-nama hari, bulan, serta berbasis lunar (komariyah). Namun demikian, demi kesinambungan, angka tahun saka diteruskan, dari 1547 Saka Kalender Jawa tetap meneruskan bilangan tahun dari 1547 Saka ke 1547 Jawa.
Berbeda dengan Kalender Hijriah yang murni menggunakan visibilitas Bulan (moon visibility) pada penentuan awal bulan (first month), Penanggalan Jawa telah menetapkan jumlah hari dalam setiap bulannya.

Jumat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Jumat adalah hari keenam dalam satu pekan. Kata Jumat diambil dari Bahasa Arab, Jumu'ah yang berarti ramai.
Nama lain lagi untuk hari ini adalah Sukra, yang diambil dari bahasa Sanskerta yang berarti planet Venus, mirip dengan pengertian dalam bahasa-bahasa di Eropa.
Pada hari Jumat umat Muslim beribadah di mesjid dengan melaksanakan Salat Jumat yang beribadah beragama Islam bersembayang pergi ke Mesjid.

Jumadil awal

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Jumadil awal adalah bulan kelima dalam penanggalan hijriyah dan penanggalan Jawa.

Jumadil akhir

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Jumadilakhir (Bahasa Arab: جمادى الآخرة, transliterasi: Jumadil akhir), adalah bulan keenam dalam penanggalan hijriyah dan penanggalan Jawa

Dzulkaidah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Zulkaidah (Bahasa Arab: ذو القعدة, transliterasi: Dzulqaidah), adalah bulan kesebelas dalam penanggalan Islam, hijriyah. Ia merupakan bulan yang mengandung makna sakral dalam sejarah di mana pada bulan ini terdapat larangan berperang. Makna kata Zulkaidah adalah 'Penguasa Gencatan Senjata' sebab pada saat itu bangsa Arab meniadakan peperangan pada bulan ini.

Ramadan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ramadan (bahasa Arab:رمضان; transliterasi: Ramadhan) adalah bulan kesembilan dalam penanggalan Hijriyah (sistem penanggalan agama Islam). Sepanjang bulan ini pemeluk agama Islam melakukan serangkaian aktivitas keagamaan termasuk di dalamnya berpuasa, salat tarawih, peringatan turunnya Alquran, mencari malam Laylatul Qadar, memperbanyak membaca Alquran dan kemudian mengakhirinya dengan membayar zakat fitrah dan rangkaian perayaan Idul Fitri. Kekhususan bulan Ramadan ini bagi pemeluk agama Islam tergambar pada Alquran pada surat Al Baqarah ayat 185 yang artinya:
"bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda. Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu..."

Etimologi

Ramadan berasal dari akar kata ر م ﺿ , yang berarti panas yang menyengat atau kekeringan, khususnya pada tanah. Bangsa Babylonia yang budayanya pernah sangat dominan di utara Jazirah Arab menggunakan luni-solar calendar (penghitungan tahun berdasarkan bulan dan matahari sekaligus). Bulan ke sembilan selalu jatuh pada musim panas yang sangat menyengat. Sejak pagi hingga petang batu-batu gunung dan pasir gurun terpanggang oleh segatan matahari musim panas yang waktu siangnya lebih panjang daripada waktu malamnya. Di malam hari panas di bebatuan dan pasir sedikir reda, tapi sebelum dingin betul sudah berjumpa dengan pagi hari. Demikian terjadi berulang-ulang, sehingga setelah beberapa pekan terjadi akumulasi panas yang menghanguskan. Hari-hari itu disebut bulan Ramadan, bulan dengan panas yang menghanguskan.
Setelah umat Islam mengembangkan kalender berbasis bulan, yang rata-rata 11 hari lebih pendek dari kalender berbasis matahari, bulan Ramadan tak lagi selalu bertepatan dengan musim panas. Orang lebih memahami 'panas'nya Ramadan secara metaphoric (kiasan). Karena di hari-hari Ramadan orang berpuasa, tenggorokan terasa panas karena kehausan. Atau, diharapkan dengan ibadah-ibadah Ramadan maka dosa-dosa terdahulu menjadi hangus terbakar dan seusai Ramadan orang yang berpuasa tak lagi berdosa. Wallahu `alam.
Dari akar kata tersebut kata Ramadan digunakan untuk mengindikasikan adanya sensasi panas saat seseorang kehausan. Pendapat lain mengatakan bahwa kata Ramadan digunakan karena pada bulan itu dosa-dosa dihapuskan oleh perbuatan baik sebagaimana matahari membakar tanah. Namun kata ramadan tidak dapat disamakan artinya dengan ramadan. Ramadan dalam bahasa arab artinya orang yang sakit mata mau buta. Lebih lanjut lagi hal itu dikiaskan dengan dimanfaatkannya momen Ramadan oleh para penganut Islam yang serius untuk mencairkan, menata ulang dan memperbaharui kekuatan fisik, spiritual dan tingkah lakunya, sebagaimana panas merepresentasikan sesuatu yang dapat mencairkan materi.[1]

Aktivitas keagamaan

Suasana berbuka puasa (iftar) bersama di masjid.

Puasa RamadanArtikel utama untuk bagian ini adalah: Saum

Selama bulan Ramadan, penganut agama Islam akan berpuasa setiap hari sampai Idul Fitri tiba. Ied artinya Hari Raya. Fithri berasal dari kata fathara artinya 'memecah, mengakhiri". Ied al-Fithri artinya Hari Raya Mengakhiri Puasa (Ramadan).
Hari terakhir dari bulan Ramadan dirayakan dengan sukacita oleh seluruh muslim di dunia. Pada malam harinya (malam 1 syawal), yang biasa disebut malam kemenangan, mereka akan mengumandangkan takbir bersama-sama. Di Indonesia sendiri ritual ini menjadi tontonan yang menarik karena biasanya para penduduk (yang beragama Islam) akan mengumandangkan takbir sambil berpawai keliling kota dan kampung, kadang-kadang dilengkapi dengan memukul beduk dan menyalakan kembang api.
Esoknya tanggal 1 Syawal, yang dirayakan sebagai hari raya Idul Fitri, baik laki-laki maupun perempuan muslim akan memadati masjid maupun lapangan tempat akan dilakukannya Salat Ied. Salat dilakukan dua raka'at kemudian akan diakhiri oleh dua khotbah mengenai Idul Fitri. Perayaan kemudian dilanjutkan dengan acara saling memberi ma'af di antara para muslim, dan sekaligus mengakhiri seluruh rangkaian aktivitas keagamaan khusus yang menyertai Ramadan.

Salat tarawih

Pada malam harinya, tepatnya setelah salat isya, para penganut agama Islam melanjutkan ibadahnya dengan melaksanakan salat tarawih. Salat khusus yang hanya dilakukan pada bulan Ramadan. Salat tarawih, walaupun dapat dilaksanakan dengan sendiri-sendiri, umumnya dilakukan secara berjama'ah di masjid-masjid. Terkadang sebelum pelaksanaan salat tarawih pada tepat-tempat tertentu, diadakan ceramah singkat untuk membekali para jama'ah dalam menunaikan ibadah pada bulan bersangkutan.

Turunnya Alquran

Pada bulan ini di Indonesia, tepatnya pada tanggal 17 Ramadan, (terdapat perbedaan pendapat para ulama mengenai tanggal pasti turunnya Alquran untuk pertama kalinya[2]) diperingati juga sebagai hari turunnya ayat Alquran (Nuzulul Qur'an) untuk pertama kalinya oleh sebagian muslim. Pada peristiwa tersebut surat Al Alaq ayat 1 sampai 5 diturunkan pada saat Nabi Muhammad SAW sedang berada di Gua Hira. Peringatan peristiwa ini biasanya dilakukan dengan acara ceramah di masjid-masjid. Tetapi peringatan ini di anggap bid'ah, karena Rasulullah tidak mengajarkan, Awal di peringati di Indonesia, ketika Presiden Soekarno mendapat saran dari Hamka untuk memperingati setiap Nuzulul Qur'an, karena bertepatan dengan tanggal Kemerdekaan Indonesia, sebagai rasa Syukur kemerdekaan Indonesia.

Lailatul Qadar

Lailatul Qadar (malam ketetapan), adalah satu malam yang khusus terjadi di bulan Ramadan. Malam ini dikatakan dalam Alquran pada surah Al-Qadr, lebih baik daripada seribu bulan. Saat pasti berlangsungnya malam ini tidak diketahui namun menurut beberapa riwayat, malam ini jatuh pada 10 malam terakhir pada bulan Ramadan, tepatnya pada salah satu malam ganjil yakni malam ke-21, 23, 25, 27 atau ke-29. Sebagian muslim biasanya berusaha tidak melewatkan malam ini dengan menjaga diri tetap terjaga pada malam-malam terakhir Ramadan sembari beribadah sepanjang malam.[3]

Umrah

Ibadah umrah jika dilakukan pada bulan ini mempunyai nilai dan pahala yang lebih bila dibandingkan dengan bulan yang lain. Dalam Hadis dikatakan "Umrah di bulan Romadhan sebanding dengan haji atau haji bersamaku." (HR: Bukhari dan Muslim).[4]

Zakat Fitrah

Zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan khusus pada bulan Ramadan atau paling lambat sebelum selesainya salat Idul Fitri. Setiap individu muslim yang berkemampuan wajib membayar zakat jenis ini. Besarnya zakat fitrah yang harus dikeluarkan per individu adalah satu sha' makanan pokok di daerah bersangkutan. Jumlah ini bila dikonversikan kira-kira setara dengan 2,5 kilogram atau 3,5 liter beras. Penerima Zakat secara umum ditetapkan dalam 8 golongan (fakir, miskin, amil, muallaf, hamba sahaya, gharimin, fisabilillah, ibnu sabil) namun menurut beberapa ulama khusus untuk zakat fitrah mesti didahulukan kepada dua golongan pertama yakni fakir dan miskin. Pendapat ini disandarkan dengan alasan bahwa jumlah zakat yang sangat kecil sementara salah satu tujuannya dikeluarkannya zakat fitrah adalah agar para fakir dan miskin dapat ikut merayakan hari raya.

Idul Fitri

Akhir dari bulan Ramadan dirayakan dengan sukacita oleh seluruh muslim di seluruh dunia. Pada malam harinya (malam 1 syawal), yang biasa disebut malam kemenangan, mereka akan mengumandangkan takbir bersama-sama. Di Indonesia sendiri ritual ini menjadi tontonan yang menarik karena biasanya para penduduk (yang beragama Islam) akan mengumandangkan takbir sambil berpawai keliling kota dan kampung, kadang-kadang dilengkapi dengan memukul beduk dan menyalakan kembang api.
Esoknya tanggal 1 Syawal, yang dirayakan sebagai hari raya Idul Fitri, baik laki-laki maupun perempuan muslim akan memadati masjid maupun lapangan tempat akan dilakukannya Salat Ied. Salat dilakukan dua raka'at kemudian akan diakhiri oleh dua khotbah mengenai Idul Fitri. Perayaan kemudian dilanjutkan dengan acara saling memberi ma'af di antara para muslim, dan sekaligus mengakhiri seluruh rangkaian aktivitas keagamaan khusus yang menyertai Ramadan.

Penentuan awal Ramadan

Kalender Hijriyah didasarkan pada revolusi bulan mengelilingi bumi dan awal setiap bulan ditetapkan saat terjadinya hilal (bulan sabit). Metode penentuan saat terjadinya hilal yang digunakan saat ini adalah metode penglihatan dengan mata telanjang (dikenal dengan istilah rukyah) serta menggunakan metode perhitungan astronomi (dikenal dengan istilah hisab). Majelis Ulama Indonesia menggunakan kombinasi hisab dan rukyah untuk penentuan hilal. Nahdlatul Ulama (NU) menggunakan metode rukyah sementara Muhammadiyah dan Persatuan Islam menggunakan hisab sebagai sandaran penentuan hilal.[5] Perbedaan metode ini menyebabkan adanya kemungkinan perbedaan hasil penetapan kapan awal dan berakhirnya Ramadan sebagaimana sempat terjadi pada tahun 1998 (1418 H).

Aspek ekonomi

Iftar di Masjid Sultan Ahmed di Istanbul, Turki
Bulan Ramadan di Indonesia dan negara dengan penduduk mayoritas Islam pada umumnya dapat dihubungkan dengan meningkatnya daya beli dan perilaku konsumtif masyarakat akan barang dan jasa. Di Indonesia sendiri hal ini terkait erat dengan kebiasaan pemerintah dan perusahaan swasta untuk memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada para pegawainya. Peningkatan ini terjadi di hampir semua sektor dari transportasi, makanan, minuman hingga kebutuhan rumah tangga. Sehingga tidak jarang tingkat inflasi pun mencapai titik tertinggi pada periode bulan ini.[6] Fenomena ini secara kasat mata terlihat dengan menjamurnya para pedagang musiman yang menjajakan berbagai komoditas mulai dari makanan hingga pakaian, di ruang-ruang publik terutama di pinggir jalanan. Di samping juga maraknya penyelenggaraan bazaar baik yang disponsori oleh pemerintah, swasta, organisasi tertentu maupun swadaya masyarakat. Dengan kata lain bulan ramadan membawa berkah bagi semua umat Islam.

[sunting] Lain-lain

  • Pada bulan ini pada sebagian daerah di Indonesia, berkembang kebiasaan jalan-jalan sembari menunggu waktu berbuka, di Bandung kebiasaan ini dikenal dengan nama Ngabuburit, di Indramayu dikenal dengan nama Luru Sore (Cari Sore). Biasanya saat ini juga dimanfaatkan untuk membeli makanan dan minuman untuk dipergunakan saat berbuka puasa.
  • Di Indonesia umummnya orang berbuka puasa dengan yang manis-manis, padahal hidangan yang mengadung gula tinggi justru akan mengakibatkan dampak yang buruk bagi kesehatan. Hal ini berasal dari kesimpulan yang tergesa-gesa atas sebuah hadis bahwa Rasulullah berbuka puasa dengan kurma. Karena kurma rasanya manis, maka muncul anggapan bahwa berbuka (disunahkan) dengan yang manis-manis. Pada akhirnya kesimpulan ini menjadi waham dan memunculkan budaya berbuka puasa yang keliru di tengah masyarakat.

Safar

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Safar adalah bulan kedua dalam penanggalan hijriyah. Sapar adalah bulan kedua dalam penanggalan Jawa

Muharram

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Muharam (Bahasa Arab: محرم, transliterasi: Muharram) adalah bulan pertama dalam penanggalan Hijriyah. Muharram berasal dari kata yang artinya 'diharamkan' atau 'dipantang', yaitu dilarang melakukan peperangan atau pertumpahan darah.
Tanggal 1 Muharram adalah hari Tahun Baru dalam agama Islam.

Kelebihan Bulan Rabiulawal dan Peristiwa Perang Badar


Maulidur Rasul yang jatuh pada 12 Rabiul Awal Tahun Gajah merupakan hari keputeraan Nabi Muhammad s.a.w (Sallallahu Alaihi Wasallam). Baginda adalah nabi terakhir yang diutus oleh Allah Subhanahu Wa ta’ala. Tapak kelahiran baginda pula kini mempunyai satu bangunan kecil yang dikenali sebagai Maulid Nabi. Setiap tahun pada hari itu, umat Islam di seluruh dunia akan mengadakan majlis memperingati keputeraan Nabi Muhammad s.a.w dengan mengadakan beberapa acara seperti perarakan, ceramah dan sebagainya. Banyak kelebihan dan keistimewaan yang akan dikurniakan oleh Allah Subhanahu Wataala kepada mereka yang dapat mengadakan atau menghadiri majlis Maulidur Rasul. Kita dapat lihat betapa besarnya kelebihan orang yang memuliakan majlis keputeraan Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam, kerana bila berniat sahaja hendak mengadakan Maulud Nabi, sudah pun dikira mendapat pahala dan dimuliakan. Sememangnya bernazar untuk melakukan sesuatu yang baik merupakan doa dan dikira amal soleh. Jelas kepada kita bahawa pembalasan Allah Subhanahu Wataala terhadap kebaikan begitu cepat sehinggakan terdetik sahaja di hati hendak berbuat kebaikan, sudah Allah Subhanahu Wataala akan memberi pembalasan yang tiada ternilai. Seseorang yang beriman, kuat bersandar kepada Allah, ketika di dalam kesusahan dia tetap tenang dan hatinya hanya mengadu kepada Allah dan mengharapkan pertolongan dan kasih sayang Allah Subhanahu Wataala. Keberkatan mengadakan Majlis Maulud itu bukan sahaja didapati oleh orang yang mengadakan majlis itu, tetapi seluruh ahli rumah atau orang yang tinggal di tempat itu turut mendapat keberkatannya.

KELEBIHAN BULAN RABIUL AWAL KEPADA UMAT ISLAM

Bulan Rabiulawal bermaksud bulan dimana bermulanya musim bunga bagi tanaman. Mengikut kebiasaannya di Tanah Arab, sewaktu bulan Rabiulawal pokok buah-buahan mula berbunga dan seterusnya berbuah.Maka nama bulan ini diambil sempena musim berbunga tanaman mereka. Dan setelah kedatangan Islam, Rasulullah saw telah mengekalkan nama Rabiulawal ini sehinggalah sekarang. Bulan ketiga dalam kalendar Hijrah ini membawa satu peristiwa besar yang menjadi ingatan kepada seluruh umat manusia. Perayaan Maulid Nabi  pertama kali diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193).
Ada yang berpendapat bahwa pendapat itu sendiri berasal dari Sultan Salahuddin sendiri. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu, yang sedang terlibat dalam Perang Salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yerusalem.
Nabi junjungan kita Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam telah diputerakan pada bulan ini iaitu pada 12 Rabiulawal, yang pada tahun ini jatuh pada 21hb April, 2005. Berbagai acara sambutan diadakan bagi memuliakan hari keputeraan junjungan kita ini.
Bulan Rabiulawal adalah seperti bulan-bulan Islam yang lain maka amalan sunat di bulan Rabiulawal adalah sama seperti amalan sunat di bulan-bulan yang lain. Kita dianjurkan untuk meningkatkan amalan-amalan fardu dan sunat tanpa mengira di bulan manapun di sepanjang tahun. Amalan-amalan kita itu akan menjadi bekalan untuk kita meneruskan perjalanan ke padang mahsyar kelak.
Selain dari itu, kualiti ibadah juga adalah diambil kira. Niat dan keikhlasan mempunyai pengaruh yang amat besar dalam menentukan nilai ibadah kita. Diantara syarat sesuatu ibadah itu diterima ialah niat. Niat itu akan menggambarkan keikhlasan kita. Kerja yang ikhlas akan membawa kepada kesempurnaan dan kesempurnaan akan membawa kepada kepuasan dan kepuasan akan membawa kepada ketenangan..
Selawat ke atas Nabi Muhammad S.A.W merupakan suatu amalan yang disyariatkan oleh Islam.Firman Allah (s.w.t) yang bermaksud: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. [Surah Al-Ahzab: 56]
Manakala di dalam hadith-hadith Rasulullah (S.A.W.), terdapat banyak arahan dan kelebihan-kelebihan yang dinyatakan berkenaan dengan selawat ke atas baginda (S.A.W.), antaranya, Sabda Rasulullah (S.A.W.) yang bermaksud: “Barangsesiapa yang berselawat ke atasku dengan sekali selawat nescaya Allah (s.w.t) akan berselawat ke atasnya sepuluh kali”. [Hadith riwayat Imam Muslim daripada Abdullah bin Amru bin Al-‘Ass r.a].
Sabda Rasulullah (S.A.W.) yang bermaksud: “Sesungguhnya manusia yang paling utama denganku pada hari kiamat ialah yang paling banyak berselawat ke atasku”. [Hadith riwayat Imam Tirmizi daripada Abdullah bin Mas’ud r.a].
Apabila kita menyambut Maulidur Rasul, banyak kelebihan-kelebihan yang diperolehi. Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda yang bermaksud: "Barangsiapa yang membesarkan hari keputeraanku nescaya aku akan menjadi penolongnya pada hari kiamat dan barangsiapa membelanjakan untuk majlisku seumpama ia membelanjakan emas sebanyak sebuah gunung untuk agama Allah."
Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq Radiallahuanhu berkata: "Barangsiapa membesarkan Maulud Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam, maka sesungguhnya ia akan menjadi temanku di dalam syurga."
Begitu pula As-Sirri As Saqati berkata: "Barangsiapa pergi ke tempat yang ada dibaca di situ Maulud Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam sesungguhnya dia diberi satu kebun daripada kebun-kebun syurga kerana dia pergi ke tempat itu tidak lain kerana cinta kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam." Keberkatan mengadakan Majlis Maulud itu bukan sahaja didapati oleh orang yang mengadakan majlis itu, tetapi seluruh ahli rumah atau orang yang tinggal di tempat itu turut mendapat keberkatannya.
Jalalaludin As-Sayuti berkata: "Barangsiapa antara orang Islam yang dibacakan di dalam rumahnya Maulid Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam, nescaya Allah Subhanahu Wataala akan menghilangkan dan menjauhkan kemarau dan kecelakaan, bala, penderitaan, kebencian, hasad, kejahatan dan kecurian terhadap ahli-ahli rumah itu dan apabila dia mati, Allah Subhanahu Wataala akan memudahkan dia menjawab akan soalan-soalan Mungkar dan Nakir dan dia akan mendapat tempat bersama orang-orang yang benar di sisi Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Besar Kerajaan-Nya."
Beliau berkata lagi: "Tiada sebuah rumah atau masjid atau tempat-tempat yang dibaca di dalamnya akan Maulid Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam melainkan malaikat-malaikat melindungi ahli-ahli tempat itu dan Allah Subhanahu Wataala akan melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka dan malaikat-malaikat yang berpangkat besar seperti Jibril, Mikail, Israfil mendoakan kebaikan bagi orang-orang yang menganjurkan dan menyebabkan adanya majlis Maulid Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam itu."
Kedudukan selawat ke atas nabi (S.A.W.) ini merupakan perkara yang diwajibkan menurut sebilangan besar ulama’. Malahan dinukilkan bahawa Al-Imam Al-Qurthubi menyatakannya sebagai ijma’ ulama’. Apa yang diperselisihkan oleh ulama’ ialah adakah selawat itu wajib pada setiap kali majlis dan disebut nama Nabi Muhammad (S.A.W.) atau adakah ianya sunat (bagi yang bersepakat menyatakan ianya wajib seumur hidup). Dalam hal ini, sebahagian ulama’ menyatakan ianya wajib setiap kali disebut nama Rasulullah (S.A.W.), dan sebahagian yang lain menyatakan wajib sekali di sepanjang majlis meskipun dalam majlis tersebut kerap kali disebut nama Rasulullah (S.A.W.) dan sebahagian yang lain menyatakan wajib memperbanyakkan selawat tanpa terikat dengan bilangan dan tidak memadai sekali seumur hidup.
Menurut jumhur ulama dalam masalah ini, selawat ke atas nabi (S.A.W.) merupakan ibadat dan jalan mendekatkan diri kepada Allah (s.w.t). Seperti juga zikir, tasbih dan tahmid. Ia diwajibkan sekali seumur hidup dan disunatkan pada setiap waktu dan ketika. Sepatutnya juga ke atas setiap muslim memperbanyakkannya. Berkait juga dengan soalan yang dikemukakan, iaitu tentang hukum selawat dalam sembahyang. Perkara ini berlaku khilaf di kalangan ulama’.
Menurut pandangan Mazhab Syafei dan Hambali, selawat diwajibkan dalam sembahyang dan tidak sah sembahyang tanpa selawat. Manakala dalam Mazhab Maliki dan Hanafi, selawat merupakan perkara yang sunat muakkad dan sah sembahyang tanpanya tetapi dalam keadaan yang makruh.
Kelebihan berselawat yang lain lagi ialah sebagaimana hadis Baginda Sallallahu Alaihi Wassalam seterusnya, daripada Umar bin Al-Khattab, ia berkata : Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda maksudnya, "Sesungguhnya doa itu terhenti antara langit dan bumi, tidak naik barang sedikit juga daripadanya sehingga engkau berselawat ke atas-Ku". (Riwayat Al-Imam At-Termidzi)
Dengan memperbanyakkan selawat juga kita akan dapat mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wata'ala, menghilangkan kesusahan dan kegelisahan, meluaskan rezeki, dikabulkan segala keperluannya dan insya Allah akan memperolehi syafaat di akhirat kelak. Semua ini akan dapat dicapai jika kita sentiasa mengamalkannya dengan penuh yakin dan istiqamah. Walau bagaimanapun janganlah menganggap hanya dengan berselawat sahaja kita akan memperolehi kelebihan-kelebihan yang telah disebutkan tadi sedangkan amalan-amalan yang lebih utama seperti sembahyang, puasa, membayar zakat dan lain-lain lagi diabaikan.
Kelebihan lain yang kita dapat ialah merapatkan hubungan sesama insan, apabila menyambut Maulidur Rasul, kita pasti akan berkumpul di tempat yang di adakan majlis tersebut, semasa majlis berlangsung, kita dapat lihat setiap orang bergotong royong melakukan sesuatu pekerjaan yang ditetapkan samaada secara bersendirian atau berkumpulan, hal ini dapat mengeratkan lagi hubungan sesama islam yang lain. Apabila kita berkumpul di dalam satu majlis itu, sedikit sebanyak kita juga dapat mendisiplinkan diri dan mematuhi arahan ketua, kelebihan ini juga, membolehkan kita bersikap menghormati orang lain di samping dapat memupuk semangat bekerjasama antara satu sama lain.
Kebiasaannya, majlis Maulidur Rasul diadakan di masjid, surau, ataupun di sekolah-sekolah. Dengan adanya majlis seperti ini, kita dapat bekerjasama dan saling bantu membantu antara satu sama lain. Jurang yang memisahkan seseorang  sebelum ini dapat di eratkan dengan melalukan aktiviti seharian yang berlainan seperti bekerja, dapat kita perbaiki dengan menghadiri majlis sebergini. Memupuk semangat perpaduan sesama muslim juga amat disukai oleh Allah s.w.t.  Allah berfirman,  “Berpeganglah kamu kepada tali Allah dan janganlah kamu bercerai berai” [Surah Al-Imran:103]
Sememangnya bernazar untuk melakukan sesuatu yang baik merupakan doa dan dikira amal soleh. Jelas kepada kita bahawa pembalasan Allah Subhanahu Wataala terhadap kebaikan begitu cepat sehinggakan terdetik sahaja di hati hendak berbuat kebaikan, sudah Allah Subhanahu Wataala akan memberi pembalasan yang tiada ternilai.
                Menyambut Maulidur rasul bukanlah untuk menjadikannya salah satu perayaan ibadah tapi hanya sekadar untuk mengingati dan mensyukuri akan kelahiran Nabi kita yang menjadi pembimbing kita keluar dari kegelapan. Menurut Ibnu al-Hajj, "Menjadi satu kewajiban bagi kita untuk membanyakkan kesyukuran kita kepada Allah setiap hari Isnin bulan Rabi'ul Awwal kerana Dia telah mengurniakan kepada kita nikmat yang besar iaitu diutusNya Nabi (s.a.w) untuk menyampaikan Islam kepada kita dan menyebarkan islam.
Dengan adanya sambutan Maulidur rasul maka kita akan dapat memperkenalkan muslimin siapa itu Muhamaad dan secara tak langsung kita akan membuatkan hati Muslimin tergerak untuk berselawat keatas Nabi (s.a.w) ,meniru akhlak nabi dan meniru segala perbuatan baginda dan memuji baginda yang merupakan satu perkara yang diperintahkan oleh Allah di dalam ayat,"Sesungguhnya Allah dan para Malaikat berselawat keatas Nabi, wahai orang-orang yang beriman ! berselawatlah kamu dan berilah salam keatasnya".
Sambutan ini dilakukan adalah semata untuk memperingati hari kelahiran baginda dan ia secara tidak langsung akan membuka ruang bagi kita untuk memperingati perkara-perkara lain yang berkaitan dengan baginda. Apabila ini kita lakukan, Allah akan redha pada kita, kerana kita akan lebih bersedia untuk mengetahui sirah baginda dan lebih bersedia untuk mencontohi dan mengamalkan ahklak baginda dan memperbetulkan kesilapan kita. Itulah sebabnya, kenapa sambutan hari lahir baginda merupakan satu rahmat buat kita semua.Kerana baginda adalah ikutan kita dan ia mempunyai akhlak yang mulia sepertimana Firman Allah didalam Al-Quran, "Sesungguhnya engkau mempunyai ahklak yang mulia" (al-Qalam: 4).
Dan bila kita melewati kembali sirah Nabi, antara cara Nabi mahu meningkatkan semangat juang para sahabat yang lain ialah memuji-muji diri baginda dan bercerita mengenai akhlak baginda dengan bersayembara syair. Ini telah dinyatakan oleh Al-hafiz Ibnu Kathir didalam kitabnya bahawa para Sahabat ada meriwayatkan bahawa Nabi (s.a.w) memuji nama baginda dan membaca syair mengenai diri baginda semasa peperangan Hunayn untuk membakar semangat para Sahabat dan menakutkan para musuh. Pada hari itu baginda berkata,"Aku adalah Rasulullah! Ini bukanlah dusta. Aku anak Abdul Mutalib.
Rasulullah (s.a.w) sebenarnya amat bergembira dan menyenangi mereka yang memuji baginda kerana ianya merupakan perintah Allah dan baginda memberi kepada mereka apa yang Allah anugerahkan kepada baginda. Apabila kita bersama-sama berkumpul untuk mendekati Nabi (s.a.w), kita sebenarnya juga, melakukan sesuatu untuk mendekatkan diri kita kepada Allah justeru kerana mendekati Nabi (s.a.w) akan membuatkan Allah redha kepada kita. Terdapat juga hadith riwayat Bukhari didalam al-Adab al-mufrad (bukan semua hadis didalam ini adalah sahih) dan kitab-kitab lain, Rasulullah (s.a.w) bersabda,"Terdapat hikmah di dalam syair"; dan kerana itu bapa saudara Nabi (s.a.w) Al-'Abbas mengarang syair memuji kelahiran Nabi (s.a.w) seperti didalam rangkap berikut:
“Dikala dikau dilahirkan , bumi bersinar terang Hinggakan nyaris-nyaris pasak-pasak bumi tidak mampu untuk menanggung cahaya mu, Dan kami dapat terus melangkah Lantaran kerana sinar dan cahaya dan jalan yang terpimpin.”
                Dalam bulan Rabiul Awal ini juga umat Islam dapat mengingati kisah-kisah para rasul dan nabi. Kisah- kisah ini dapat memberi pengajaran dan tauladan kepada kita semua. Pada bulan ini lah berlakunya beberapa peperangan. Antara peperangan yang berlaku di bulan Rabiul Awal ialah peperangan Safwan (Badar pertama), Bawat, Zi Amar (Ghatfan), Bani An-Nadhir, Daumatul Jandal dan peperangan Bani Lahyan.
Setelah hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah bersama-sama para sahabatnya dan diterima baik oleh orang-orang anshar, Islam telah berkembang, tersebar luas dan diterima oleh banyak kabilah-kabilah arab.  Kekuatan dan ekonomi Madinah telah menjadi kukuh.  Orang-orang arab Quraisy Makkah tidak senang hati dengan kemajuan ini. Perang Badar merupakan perang pertama yang dilalui oleh umat Islam di Madinah. Ia merupakan isyarat betapa mulianya umat Islam yang berpegang teguh pada tali agama Allah.  Kemenangan besar kaum muslimin tidak terletak pada jumlah tentera yang ikut serta tetapi terkandung dalam kekuatan iman yang tertanam disanubari mereka.  Dengan Keyakinan mereka pada Allah yang sangat kukuh itu, Allah telah menurunkan bantuan ibarat air yang mengalir menuju lembah yang curam.  Tidak  ada sesiapa yang dapat menahan betapa besarnya pertolongan Allah terhadap umat yang senantiasa menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.
Dikisahkan, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam terlebih dahulu sampai di sumber mata air Badar dan memutuskan untuk berhenti di tempat itu. Dan itu merupakan sebahagian dari strategi agar pasukan kaum muslimin dekat dengan sumber air. Melihat hal itu, Habab ibn Mundzir berkomentar, “Wahai Rasulullah! Mengapa engkau memilih tempat ini sebagai pemberhentian kita? Apakah tempat ini memang telah ditentukan Allah kepadamu dan kita tidak dapat memajukan atau mengundurkannya sedikitpun, ataukah ini adalah bagian dari pendapat, strategi, dan siasat perang?” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam menjawab, “Ini hanyalah sekedar pendapat, stategi, dan taktik perang.”
Maka Habab berkata, “Wahai Rasulullah, jika demikian halnya, aku juga ingin mengemukakan pendapatku. Menurutku, tempat ini tidak tepat untuk kita berhenti. Sebaiknya kita terus berjalan hingga sampai di mata air yang paling dekat dengan perkemahan bangsa Quraisy. Setelah itu, kita duduki tempat tersebut dan kita hancurkan seluruh sumur yang ada di seberangnya dan menjadikannya kolam penampungan air. Lalu, kita penuhi kolam itu dengan air dan kita baru menyerang mereka. Dengan begitu, niscaya kita akan dapat minum air itu sedang mereka sama sekali tidak bisa meminumnya.”
Pada saat itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam berkata, “Pendapatmu sangat bagus!” Kemudian, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam pun menjalankan taktik yang ditawarkan oleh Habab ibn Mundzir radhiallahu ‘anhu. Petunjuk yang diberikan oleh Habab ini diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dengan riwayat munqathi’ -Ibnu Hisyam (2/312-313), atau dengan riwayat mursal dan terhenti pada Urwah sebagaimana yang tertulis dalam al-Ishabah (1/302), Hakim (3/446-447). Riwayat tersebut dinilai sebagai hadis munkar oleh Dzahabi dan Umawi sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Katsir di dalam al-Bidayah wa an-Nihayah (3/293) dengan silsilah periwayatan yang munqathi’ (terputus).
Ketika mereka telah berhasil menduduki tempat yang dimaksud, Sa’ad ibn Muadz berkata kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam, “Wahai Nabi Allah! Tidakkah kami perlu membangun kemah khusus untuk tempat istirahatmu, menyiapkan hewan kendaraanmu dan kemudian kita baru menyerang musuh kita? Sungguh, seandainya Allah memberikan kemenangan dan kejayaan kepada kita atas musuh-musuh kami, maka itulah yang kami inginkan. Namun, bila kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya, maka engkau sudah siap untuk menyelamatkan diri dan menemui kaum kita. Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada beberapa kaum yang menantimu di tanah air kita dan kecintaan mereka terhadapmu lebih besar dari kami. Sehingga, bila mereka mendengar bahwa engkau berperang, niscaya mereka pun tidak akan tinggal diam. Allah pasti akan melindungimu dengan mereka. Sebab mereka pasti akan memberimu pertimbangan dan senantiasa berjuang di belakangmu.” Maka, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam pun menyepakati usulan Sa’ad tersebut.
Meskipun demikian, perlu digaris bawahi bahwa saat terjadinya perang Badar tersebut, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam ikut berperang aktif dan terlibat langsung dalam pertempuran. Jadi, beliau tidak hanya berada di dalam kemah dan berdoa saja sebagaimana dipahami oleh sebagian ahli sejarah.
Ahmad menuturkan: Ali radhiallahu ‘anhu menceritakan, “Kalian tentu telah menyaksikan bagaimana kami pada saat pecahnya perang Badar. Saat itu, kami berlindung di belakang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam, sedang beliau terus membawa kami mendekati musuh. Dan beliau adalah orang yang paling berani ketika itu.”
Dengan isnad yang sama, sebuah hadis lain menuturkan, “Ketika keberanian mulai memuncak pada saat perang Badar, kami terus bergerak bersama-sama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam Bahkan, beliau adalah orang yang paling berani. Terbukti, tidak ada satu pun kaum muslimin yang paling dekat dengan musuh selain beliau.”
Muslim meriwayatkan: Pada perang Badar, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam berkata kepada para sahabatnya, “Jangan ada seorang pun di antara kalian bergerak sebelum aku memberi komando.”
Ibnu Katsir berkata, “Beliau terjun dan terlibat langsung dalam pertempuran itu dengan segenap jiwa dan raga. Demikian halnya dengan Abu Bakar ash-Shiddiq. Sehingga, keduanya tidak hanya berjuang dengan berdoa dan bermunajat kepada Allah di dalam kemah saja, tetapi juga turun ke medan pertempuran dan bertempur dengan mengerahkan segala daya dan upaya.”
Demikianlah, setelah pada siang harinya mengerahkan segala kemampuan dan daya upaya yang mungkin dapat dilakukan untuk memenangkan pertempuran, pada malam harinya beliau menghabiskan waktunya untuk terus berdoa dan memohon kepada Allah untuk memberikan kemenangan terhadap pihak tentara Islam.
Adapun salah satu doa beliau saat itu adalah seperti yang diriwayatkan dalam Shahih Muslim berikut: “Ya Allah, sempurnakanlah kepadaku segala apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, berikanlah apa-apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, jika Engkau membinasakan pasukan Islam, tentulah Engkau tidak akan lagi disembah di muka bumi ini.”
Sebuah riwayat mengatakan: Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam terus berdoa sampai kain serbannya terjatuh dari kedua pundak beliau. Kemudian, Abu Bakar datang menghampiri beliau, mengambil serban beliau yang terjatuh dan kemudian memakaikannya kembali ke pundak beliau. Setelah itu, ia pun melakukan apa yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam di belakangnya. Setelah itu, Abu bakar berkata, “Wahai Nabi Allah, tidakkah sudah cukup permohonanmu kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, kerana sesungguhnya Allah pasti akan memenuhi seluruh janji-Nya kepadamu?”
Maka Allah berfirman,“(lngatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu, ‘Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang bertutut-turut’.” (QS. Al-Anfal: 9) Dan benar, esok harinya, Allah mengirimkan bala bantuan kepada mereka berupa pasukan tentara malaikat.”
Adapun doa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam pada saat perang Badar yang diriwayatkan oleh Bukhari adalah:”Ya Allah, hamba memohon kepada Engkau akan janji dan perjanjian Engkau. Ya Allah, jika Engkau berkehendak (membuat hamba kalah), Engkau tidak akan disembah setelah hari (peperangan) ini.”

Riwayat lain menceritakan: Lalu Abu Bakar memegang tangan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam dan kemudian berkata, “Sudahlah Rasulullah, engkau sudah meminta dan mendesak Tuhanmu tanpa henti!” Esok harinya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam mempergunakan baju besi dan kemudian keluar dari kemahnya seraya berkata, “Golongan itu (pasukan Quraisy) pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang.” (QS. Al-Qamar: 45)
Ibnu Hatim menceritakan: Ikrimah berkata, “Ketika diturunkannya ayat ‘golongan itu (pasukan Quraisy) pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang … ‘, Umar berkata alam hati, “Golongan manakah yang akan dikalahkan itu?”
Umar radhiallahu ‘anhu juga menceritakan: Ketika perang Badar dimulai, aku melihat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam mempergunakan baju besi sambil berkata, Golongan itu (pasukan Quraisy) pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang.” Maka, aku segera mengetahui maksud ucapan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam tersebut.”
Pada hari Jum’at pagi, tanggal 17 Ramadhan, tahun ke-2 hijriah, tepatnya ketika kedua belah pihak (muslim dan Quraisy) sudah saling berhadapan dan sedang mengambil ancang-ancang untuk saling menyerbu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam berdoa kepada Allah seraya berkata: “Ya Allah, itulah kaum Quraisy yang telah datang dengan sombong dan congkaknya. Mereka memusuhi-Mu, menyalahi perintah-perintahMu, dan mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah, aku hanya meminta pertolongan yang telah Engkau janjikan kepada hamba. Ya Allah, binasakanlah mereka pagi ini!”
Setiap kali akan berangkat bertempur, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam selalu terlebih dahulu merapatkan barisan pasukan kaum muslimin. Dia melakukan inspeksi barisan seraya menggenggam sebuah anak panah. Saat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam sedang melakukan pemeriksaan barisan, tiba-tiba beliau menekankan anak panah beliau ke perut Sawad ibn Ghaziyyah. Pasalnya, waktu itu ia agak sedikit keluar dari barisan. Beliau berkata kepadanya, “Sawad, luruskan barisanmu!” Sawad pun menjawab, “Rasulullah, engkau telah menyakitiku, maka bolehkah aku membalasmu?” Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam membuka bagian perut beliau seraya berkata, “Lakukanlah!” Akan tetapi, Sawad ternyata tidak jadi membalas, tetapi justru memeluk Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam dan mencium bagian perut beliau. Dengan heran, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam bertanya, “Apa yang membuatmu seperti ini, Sawad?”
Sawad menjawab, ”Wahai Rasulullah, seperti itulah yang aku inginkan. Sesungguhnya aku telah berharap agar mati setelah bisa menyentuhkan kulitku dengan kulitmu.” Lantas, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam pun mendoakan Sawad dengan hal yang baik-baik. Setelah itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam memberikan berbagai arahan dan pengarahan kepada pasukan muslim tentang berbagai hal yang berkaitan strategi dan siasat mereka hari itu.
Beliau berkata, “Apabila mereka mendekati kalian, maka serang mereka dengan anak panah kalian dan jangan sampai didahului oleh mereka! Ingat, jangan sampai kalian melupakan pedang kalian hingga kalian lengah dan dapat dirobohkan.” Setelah berpesan demikian, beliau lantas mengobarkan semangat pasukan muslimin dengan berkata, “Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di genggaman-Nya, setiap orang yang berperang melawan mereka (pasukan Quraisy) pada hari ini, kemudian mati dalam keadaan tabah, mengharapkan keredhaan Allah, maju terus pantang mundur, pasti akan dimasukkan ke dalam surga. “
Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dikatakan bahwa ketika kaum musyrikin telah mendekat, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam berkata, “Bangkitlah kalian untuk menuju syurga yang luasnya seperti luas langit dan bumi.” Mendengar ucapan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam tersebut, Umair ibn Humam al-Anshari berkata, “Wahai Rasulullah! Apakah benar syurga memiliki luas seperti luas langit dan bumi?” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam menjawab, “Benar.” Dengan terkagum-kagum, Umair berucap, “Oh, betapa besarnya syurga itu!” Lalu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam bertanya kepada Umair, “Mengapa engkau berkata demikian?” Umair menjawab, “Tidak, Rasulullah. Demi Allah, aku hanya berharap menjadi bagian dari penghuninya.” Beliau berkata, “Engkau akan menjadi salah satu penghuninya. “
Kemudian, ia mengeluarkan beberapa butir kurma dan memakannya. Setelah itu, ia berkata, “Seandainya aku masih hidup dan dapat memakan kurma-kurma ini, maka itu adalah kehidupan yang sangat panjang.” Lalu ia melemparkan kurma yang ada di genggamannya dan kemudian menjadi beringas bertempur sampai akhirnya syahid.
Auf ibn Harits (putra Afra) berkata, ”Wahai Rasulullah, apa yang membuat Allah tersenyum saat melihat hamba-Nya?” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam menjawab, “Ketika tangan seorang hamba itu menceburkannya ke tengah-tengah musuh tanpa mempergunakan pelindung.” Maka, seketika itu juga Auf membuka pakaian besi yang melindunginya, dan kemudian melemparkannya. Setelah itu, ia menghunus pedangnya dan bertempur di medan perang sampai terbunuh.”
Sebelum dimulainya peperangan, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam meminta kepada para sahabatnya untuk tidak membunuh orang-orang dari Bani Hasyim dan beberapa orang lainnya. Pasalnya, mereka ikut meninggalkan kota Mekah dan berperang kerana dipaksa. Dan di antara mereka yang disebutkan namanya oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam adalah Abu Bukhtari ibn Hisyam (salah satu orang yang pergi ke Ka’bah untuk merobek surat pemboikotan bangsa Quraisy terhadap kaum muslimin dan ia sama sekali tidak menyakiti Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam) dan Abbas ibn Abdul Muthalib.
Ketika Abu Hudzaifah mendengar perintah itu, ia berkata, “Apakah kami harus membunuh bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, dan keluarga kami, sementara kami harus membiarkan Abbas hidup? Demi Allah, bila aku bertemu dengannya, niscaya aku akan menebasnya dengan pedang.” Akhirnya, ucapan tersebut sampai ke telinga Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam Maka, beliau pun berkata kepada Umar, “Wahai Abu Hafshah, benarkah ia akan memukul wajah paman Rasulullah dengan pedang?” Umar berkata, “Wahai Rasulullah, izinkan saya untuk memenggal lehernya dengan pedang. Demi Allah, ia telah berbuat kemunafikan.” Sementara itu, beberapa waktu kemudian, Abu Hudzaifah berkata, “Aku merasa tidak tenteram dengan kata-kataku saat itu. Bahkan sampai sekarang aku masih merasa takut, kecuali bila aku sudah menebusnya dengan kesyahidan.” Maka, akhirnya Abu Hudzaifah pun mati syahid pada perang Yamamah.
Dikisahkan bahwa sebelum peperangan dimulai, Asad ibn Abdul Asad al-¬Makhzumi keluar dari pasukan Quraisy seraya berkata, “Demi tuhan, aku sungguh-sungguh akan meminum air kolam mereka, akan merusaknya (kolam air), atau mati di hadapannya.” Maka, ketika ia sudah mendekat, Hamzah pun merintanginya dan menyerangnya. Hamzah berhasil memukulnya hingga kakinya retak. Akan tetapi, Asad masih terus merangkak menuju ke kolam guna memenuhi sumpahnya dan Hamzah terus mengikutinya, memukul, dan akhirnya membunuhnya di depan kolam tersebut.
Pengajaran dari peperangan ini menunjukkan bahwa kaum Quraisy tidak bersatu padu.  Ini terbukti apabila ada beberapa pasukan yang menarik diri sebelum perang terjadi.  Dengan ini sebagai orang Islam kita harus bersatu demi untuk mencapai kemenangan.
Kaum Quraisy terlalu yakin yang mereka akan berjaya memusnahkan Islam yang memang sedikit dari jumlah tetapi tidak dari semangat.  Mereka tidak dapat mengalah tentera Islam kerana semangat tentera Islam begitu kukuh kerana Rasulullah telah berjaya menjalin silaturrahim yang kuat sesama Islam.  Nabi Muhammad S.A.W pintar mengendalikan taktik peperangan.  Orang Islam mempunyai pegangan iaitu berjaya didunia atau mati syahid.