assalamualaikum wr wb
afwan,ya akhii wal akhwat
Di sini kami akan memperkenalkan diri , Kami Adalah Organisasi Islami yang bertempatkan di SMA N 6 Semarang .SMA N 6 Semarang adalah sekertariat PRKS ( Perkumpulan ROHIS Kota Semarang ) . Silahkan menikmati Blog ini , mohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan dan pem-postingan .
sukron katsiron
wassalamualaikum wr wb
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Zulhijah (Bahasa Arab: ذو الحجة,
transliterasi: Dzulhijjah), adalah bulan keduabelas dan terakhir
dalam penanggalan hijriyah. Umat Islam berbeda pendapat dalam menentukan
awal Zulhijah. Ada yang menggunakan hisab, rukyah, maupun mengikuti
penetapan awal Zulhijah di Arab Saudi.
Arti penting
Pada tanggal 9 bulan ini, umat Islam yang
beribadah haji melakukan wukuf di Arafah, sementara yang tidak beribadah
haji disunahkan agar berpuasa Arafah.
Pada tanggal 10 bulan ini, umat Islam
memperingati hari raya Idul Adha (di Indonesia dikenal dengan nama hari
raya kurban)
Pada bulan ini juga para pemeluk agama Islam menunaikan Ibadah Haji ke tanah
suci Mekkah
yakni antara tanggal 8 hingga 12.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Syakban (Bahasa Arab: شعبان,
transliterasi: Sya'ban), adalah bulan kedelapan dalam penanggalan hijriyah. Bulan ini dikenal sebagai bulan Rasulullah SAW.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kalender Hijriyah atau Kalender Islam (bahasa
Arab: التقويم الهجري; at-taqwim al-hijri), adalah kalender
yang digunakan oleh umat Islam, termasuk dalam menentukan tanggal atau bulan
yang berkaitan dengan ibadah, atau hari-hari penting lainnya. Kalender
ini dinamakan Kalender Hijriyah, karena pada tahun pertama kalender ini
adalah tahun dimana terjadi peristiwa Hijrah-nya
Nabi Muhammad
dari Makkah ke Madinah,
yakni pada tahun 622
M. Di beberapa negara yang berpenduduk mayoritas Islam, Kalender
Hijriyah juga digunakan sebagai sistem penanggalan sehari-hari. Kalender
Islam menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya, berbeda dengan
kalender biasa (kalender Masehi) yang menggunakan peredaran Matahari.
Sejarah
Penentuan dimulainya sebuah hari/tanggal pada Kalender Hijriyah
berbeda dengan pada Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah
hari/tanggal dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem
Kalender Hijriah, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya
Matahari di tempat tersebut.
Kalender Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan
kalender lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan
siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x
29,53059 hari = 354,36708 hari).Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun
Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun
Kalender Masehi.
Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu
bulan dalam Kalender Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan
Matahari. Usia bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya
bulan baru (new moon) di titik apooge,
yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang
bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan Matahari (perihelion).
Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan
saat terjadinya bulan baru di perige (jarak
terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari
Matahari (aphelion). Dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap
melainkan berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga
benda langit tersebut (Bulan, Bumi dan Matahari).
Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya
penampakan (visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah
bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, Bulan
terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal
berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29,
maka jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak
ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari, dan mana
yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan hilal.
Penetapan kalender Hijriyah dilakukan pada jaman Khalifah Umar bin
Khatab, yang menetapkan peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari Mekah ke
Madinah. Kalender Hijriyah juga terdiri dari 12 bulan, dengan jumlah
hari berkisar 29-30 hari. Penetapan 12 bulan ini sesuai dengan firman
Allah Subhana Wata'ala: ”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah
ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan
langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan)
agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan
yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana
mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah
beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS : At Taubah(9):36). Sebelumnya,
orang Arab pra-kerasulan Rasulullah Muhammad SAW telah menggunakan
bulan-bulan dalam kalender hijriyah ini. Hanya saja mereka tidak
menetapkan ini tahun berapa, tetapi tahun apa. Misalnya saja kita
mengetahui bahwa kelahiran Rasulullah SAW adalah di tahun gajah.Abu Musa
Al-Asyári sebagai salah satu gubernur di zaman Khalifah Umar r.a.
menulis surat kepada Amirul Mukminin yang isinya menanyakan surat-surat
dari khalifah yang tidak ada tahunnya, hanya tanggal dan bulan saja,
sehingga membingungkan. Khalifah Umar lalu mengumpulkan beberapa sahabat
senior waktu itu. Mereka adalah Utsman bin Affan r.a., Ali bin Abi
Thalib r.a., Abdurrahman bin Auf r.a., Sa’ad bin Abi Waqqas r.a., Zubair
bin Awwam r.a., dan Thalhan bin Ubaidillah r.a. Mereka bermusyawarah
mengenai kalender Islam. Ada yang mengusulkan berdasarkan milad
Rasulullah saw. Ada juga yang mengusulkan berdasarkan pengangkatan
Muhammad saw menjadi Rasul. Dan yang diterima adalah usul dari Ali bin
Abi Thalib r.a. yaitu berdasarkan momentum hijrah Rasulullah SAW dari
Makkah ke Yatstrib (Madinah). Maka semuanya setuju dengan usulan Ali
r.a. dan ditetapkan bahwa tahun pertama dalam kalender Islam adalah pada
masa hijrahnya Rasulullah saw. Sedangkan nama-nama bulan dalam kalender
hijriyah ini diambil dari nama-nama bulan yang telah ada dan berlaku
pada masa itu di wilayah Arab.
Tanda kurung merupakan tahun kabisat dalam kalender Hijriyah dengan
metode sisa yaitu 3-3-2 yang berjumlah 11 buah yaitu
2,5,8,10,13,16,18,21,24,26 dan 29.
Nama-nama hari
Kalender Hijriyah terdiri dari 7 hari. Sebuah hari diawali dengan
terbenamnya Matahari, berbeda dengan Kalender Masehi yang mengawali hari
pada saat tengah malam. Berikut adalah nama-nama hari:
al-Itsnayn (Senin)
ats-Tsalaatsa' (Selasa)
al-Arba'aa / ar-Raabi' (Rabu)
al-Khamsatun (Kamis)
al-Jumu'ah (Jumat)
as-Sabat (Sabtu)
al-Ahad (Minggu)
Sejarah
Penentuan kapan dimulainya tahun 1 Hijriah dilakukan 6 tahun
setelah wafatnya Nabi Muhammad. Namun demikian, sistem yang mendasari
Kalender Hijriah telah ada sejak zaman pra-Islam, dan sistem ini
direvisi pada tahun ke-9 periode Madinah.
Sistem
kalender pra-Islam di Arab
Sebelum datangnya Islam, di tanah Arab dikenal sistem kalender
berbasis campuran antara Bulan (komariyah) maupun Matahari
(syamsiyah). Peredaran bulan digunakan, dan untuk mensinkronkan dengan
musim dilakukan penambahan jumlah hari (interkalasi).
Pada waktu itu, belum dikenal penomoran tahun. Sebuah tahun dikenal
dengan nama peristiwa yang cukup penting di tahun tersebut. Misalnya,
tahun dimana Muhammad lahir, dikenal dengan sebutan "Tahun
Gajah", karena pada waktu itu, terjadi penyerbuan Ka'bah di Mekkah oleh
pasukan gajah yang dipimpin oleh Abrahah, Gubernur Yaman (salah satu
provinsi Kerajaan Aksum, kini termasuk wilayah Ethiopia).
Revisi penanggalan
Pada era kenabian Muhammad, sistem penanggalan pra-Islam digunakan.
Pada tahun ke-9 setelah Hijrah, turun ayat 36-37 Surat At-Taubah, yang melarang menambahkan hari
(interkalasi) pada sistem penanggalan.
Penentuan
Tahun 1 Kalender Islam
Setelah wafatnya Nabi Muhammad, diusulkan kapan dimulainya Tahun 1
Kalender Islam. Ada yang mengusulkan adalah tahun kelahiran Muhammad
sebagai awal patokan penanggalan Islam. Ada yang mengusulkan pula awal
patokan penanggalan Islam adalah tahun wafatnya Nabi Muhammad.
Akhirnya, pada tahun 638 M (17 H), khalifah Umar bin
Khatab menetapkan awal patokan penanggalan Islam adalah tahun dimana
hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah. Penentuan awal patokan
ini dilakukan setelah menghilangkan seluruh bulan-bulan tambahan
(interkalasi) dalam periode 9 tahun. Tanggal 1 Muharam Tahun 1 Hijriah
bertepatan dengan tanggal 16 Juli622, dan tanggal ini bukan berarti tanggal hijrahnya
Nabi Muhammad. Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad terjadi bulan September
622. Dokumen tertua yang menggunakan sistem Kalender Hijriah adalah papirus
di Mesir
pada tahun 22 H, PERF 558.
Tanggal-tanggal
penting
Tanggal-tanggal penting dalam Kalender Hijriyah adalah:
Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni
mengamati penampakan bulan sabit yang pertama kali tampak setelah bulan
baru (ijtima). Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang, atau
dengan alat bantu optik seperti teleskop.
Apabila hilal terlihat, maka pada petang tersebut telah memasuki
tanggal 1.
Sedangkan hisab adalah melakukan perhitungan untuk menentukan
posisi bulan secara matematis dan astronomis. Hisab merupakan alat bantu
untuk mengetahui kapan dan dimana hilal (bulan sabit pertama setelah
bulan baru) dapat terlihat. Hisab seringkali dilakukan untuk membantu
sebelum melakukan rukyat.
Penentuan awal bulan menjadi sangat signifikan untuk
bulan-bulan yang berkaitan dengan ibadah, seperti bulan Ramadan
(yakni umat Islam menjalankan puasa ramadan sebulan penuh), Syawal
(yakni umat Islam merayakan Hari Raya Idul
Fitri), serta Dzulhijjah (dimana terdapat
tanggal yang berkaitan dengan ibadah Haji dan Hari
Raya Idul
Adha). Penentuan kapan hilal dapat terlihat, menjadi motivasi
ketertarikan umat Islam dalam astronomi.
Ini menjadi salah satu pendorong mengapa Islam menjadi salah satu
pengembang awal ilmu astronomi sebagai sains, lepas dari astrologi
pada Abad Pertengahan.
Sebagian umat Islam berpendapat bahwa untuk menentukan awal bulan,
adalah harus dengan benar-benar melakukan pengamatan hilal secara
langsung (rukyatul hilal). Sebagian yang lain berpendapat bahwa
penentuan awal bulan cukup dengan melakukan hisab (perhitungan
matematis), tanpa harus benar-benar mengamati hilal. Metode hisab juga
memiliki berbagai kriteria penentuan, sehingga seringkali menyebabkan
perbedaan penentuan awal bulan, yang berakibat adanya perbedaan hari
melaksanakan ibadah seperti puasa Ramadan atau Hari Raya Idul Fitri.
Rupa-rupa
Menurut perhitungan, dalam satu siklus 30 tahun Kalender Hijriyah,
terdapat 11 tahun kabisat dengan
jumlah hari sebanyak 355 hari, dan 19 tahun dengan jumlah hari sebanyak
354 hari. Dalam jangka panjang, satu siklus ini cukup akurat hingga satu
hari dalam sekitar 2500 tahun. Sedangkan dalam jangka pendek, siklus
ini memiliki deviasi 1-2 hari.
Microsoft menggunakan Algoritma
Kuwait untuk mengkonversi Kalender Gregorian ke Kalender Hijriyah.
Algoritma ini diklaim berbasis analisis statistik data historis dari
Kuwait, namun dalam kenyataannya adalah salah satu variasi dari Kalender
Hijriyah tabular.
Untuk konversi secara kasar dari Kalender Hijriyah ke Kalender
Masehi (Gregorian), kalikan tahun Hijriyah dengan 0,97, kemudian
tambahkan dengan angka 622.
Setiap 33 atau 34 tahun Kalender Hijriyah, satu tahun penuh Kalender
Hijriyah akan terjadi dalam satu tahun Kalender Masehi. Tahun 1429 H
lalu terjadi sepenuhnya pada tahun 2008 M.
Kalender
Hijriah dan Penanggalan Jawa
Sistem Kalender Jawa berbeda dengan Kalender
Hijriyah, meski keduanya memiliki kemiripan. Pada abad ke-1, di Jawa
diperkenalkan sistem penanggalan Kalender
Saka (berbasis Matahari) yang berasal dari India.
Sistem penanggalan ini digunakan hingga pada tahun 1625 Masehi
(bertepatan dengan tahun 1547 Saka), Sultan Agung mengubah sistem Kalender Jawa
dengan mengadopsi Sistem Kalender Hijriah, seperti nama-nama hari,
bulan, serta berbasis lunar (komariyah). Namun demikian, demi
kesinambungan, angka tahun saka diteruskan, dari 1547 Saka Kalender Jawa
tetap meneruskan bilangan tahun dari 1547 Saka ke 1547 Jawa.
Berbeda dengan Kalender Hijriah yang murni menggunakan visibilitas Bulan (moon visibility) pada
penentuan awal bulan (first month),
Penanggalan Jawa telah menetapkan jumlah hari dalam setiap bulannya.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Jumat adalah hari keenam dalam satu pekan. Kata
Jumat diambil dari Bahasa Arab, Jumu'ah yang berarti ramai.
Nama lain lagi untuk hari ini adalah Sukra, yang
diambil dari bahasa Sanskerta yang berarti planetVenus, mirip
dengan pengertian dalam bahasa-bahasa di Eropa.
Pada hari Jumat umat Muslim beribadah di mesjid dengan melaksanakan Salat Jumat
yang beribadah beragama Islam bersembayang pergi ke Mesjid.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Zulkaidah (Bahasa Arab: ذو القعدة,
transliterasi: Dzulqaidah), adalah bulan kesebelas dalam penanggalan
Islam, hijriyah. Ia merupakan bulan yang mengandung makna sakral dalam
sejarah di mana pada bulan ini terdapat larangan berperang. Makna kata
Zulkaidah adalah 'Penguasa Gencatan Senjata' sebab pada saat itu bangsa
Arab meniadakan peperangan pada bulan ini.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Ramadan (bahasa Arab:رمضان;
transliterasi: Ramadhan) adalah bulan
kesembilan dalam penanggalan Hijriyah (sistem penanggalan agamaIslam).
Sepanjang bulan ini pemeluk agama Islam melakukan serangkaian aktivitas
keagamaan termasuk di dalamnya berpuasa, salat tarawih, peringatan turunnya Alquran, mencari malam Laylatul Qadar, memperbanyak membaca
Alquran dan kemudian mengakhirinya dengan membayar zakatfitrah dan rangkaian perayaan Idul
Fitri. Kekhususan bulan Ramadan ini bagi pemeluk agama Islam
tergambar pada Alquran pada surat Al Baqarah ayat 185 yang artinya:
"bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan Alquran sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
dan pembeda. Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir di bulan itu,
maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu..."
Etimologi
Ramadan berasal dari akar kata ر م ﺿ ,
yang berarti panas
yang menyengat atau kekeringan,
khususnya pada tanah. Bangsa Babylonia yang budayanya pernah sangat
dominan di utara Jazirah Arab menggunakan luni-solar calendar
(penghitungan tahun berdasarkan bulan dan matahari sekaligus). Bulan ke
sembilan selalu jatuh pada musim panas yang sangat menyengat. Sejak pagi
hingga petang batu-batu gunung dan pasir gurun terpanggang oleh segatan
matahari musim panas yang waktu siangnya lebih panjang daripada waktu
malamnya. Di malam hari panas di bebatuan dan pasir sedikir reda, tapi
sebelum dingin betul sudah berjumpa dengan pagi hari. Demikian terjadi
berulang-ulang, sehingga setelah beberapa pekan terjadi akumulasi panas
yang menghanguskan. Hari-hari itu disebut bulan Ramadan, bulan dengan
panas yang menghanguskan.
Setelah umat Islam mengembangkan kalender berbasis bulan, yang
rata-rata 11 hari lebih pendek dari kalender berbasis matahari, bulan
Ramadan tak lagi selalu bertepatan dengan musim panas. Orang lebih
memahami 'panas'nya Ramadan secara metaphoric (kiasan). Karena di
hari-hari Ramadan orang berpuasa, tenggorokan terasa panas karena
kehausan. Atau, diharapkan dengan ibadah-ibadah Ramadan maka dosa-dosa
terdahulu menjadi hangus terbakar dan seusai Ramadan orang yang berpuasa
tak lagi berdosa. Wallahu `alam.
Dari akar kata tersebut kata Ramadan digunakan untuk mengindikasikan
adanya sensasi panas saat seseorang kehausan. Pendapat lain mengatakan
bahwa kata Ramadan digunakan karena pada bulan itu dosa-dosa dihapuskan
oleh perbuatan baik sebagaimana matahari
membakar tanah. Namun kata ramadan tidak dapat disamakan artinya dengan
ramadan. Ramadan dalam bahasa arab artinya orang yang sakit mata mau
buta. Lebih lanjut lagi hal itu dikiaskan dengan dimanfaatkannya momen
Ramadan oleh para penganut Islam yang serius untuk mencairkan, menata
ulang dan memperbaharui kekuatan fisik, spiritual
dan tingkah lakunya, sebagaimana panas merepresentasikan sesuatu yang
dapat mencairkan materi.[1]
Puasa RamadanArtikel utama untuk bagian ini adalah: Saum
Selama bulan Ramadan, penganut agama Islam akan berpuasa setiap hari
sampai Idul Fitri tiba. Ied artinya Hari Raya. Fithri
berasal dari kata fathara artinya 'memecah, mengakhiri". Ied
al-Fithri artinya Hari Raya Mengakhiri Puasa (Ramadan).
Hari terakhir dari bulan Ramadan dirayakan dengan sukacita oleh
seluruh muslim di dunia. Pada malam harinya (malam 1 syawal), yang biasa
disebut malam kemenangan, mereka akan mengumandangkan takbir
bersama-sama. Di Indonesia sendiri ritual ini menjadi tontonan yang
menarik karena biasanya para penduduk (yang beragama Islam) akan
mengumandangkan takbir sambil berpawai keliling kota dan kampung,
kadang-kadang dilengkapi dengan memukul beduk dan menyalakan kembang
api.
Esoknya tanggal 1 Syawal, yang dirayakan sebagai hari raya Idul
Fitri, baik laki-laki maupun perempuan muslim akan memadati masjid
maupun lapangan tempat akan dilakukannya Salat Ied. Salat dilakukan dua
raka'at kemudian akan diakhiri oleh dua khotbah mengenai Idul Fitri.
Perayaan kemudian dilanjutkan dengan acara saling memberi ma'af di
antara para muslim, dan sekaligus mengakhiri seluruh rangkaian aktivitas
keagamaan khusus yang menyertai Ramadan.
Salat tarawih
Pada malam harinya, tepatnya setelah salatisya, para penganut agama Islam melanjutkan
ibadahnya dengan melaksanakan salat
tarawih. Salat khusus yang hanya dilakukan pada bulan Ramadan.
Salat tarawih, walaupun dapat dilaksanakan dengan sendiri-sendiri,
umumnya dilakukan secara berjama'ah di masjid-masjid.
Terkadang sebelum pelaksanaan salat tarawih pada tepat-tempat tertentu,
diadakan ceramah singkat untuk membekali para jama'ah dalam menunaikan
ibadah pada bulan bersangkutan.
Turunnya Alquran
Pada bulan ini di Indonesia, tepatnya pada tanggal 17 Ramadan,
(terdapat perbedaan pendapat para ulama mengenai tanggal pasti turunnya
Alquran untuk pertama kalinya[2])
diperingati juga sebagai hari turunnya ayat Alquran(Nuzulul Qur'an) untuk pertama
kalinya oleh sebagian muslim. Pada peristiwa tersebut surat Al Alaq ayat 1 sampai 5 diturunkan pada
saat Nabi Muhammad SAW sedang berada di Gua Hira.
Peringatan peristiwa ini biasanya dilakukan dengan acara ceramah di masjid-masjid.
Tetapi peringatan ini di anggap bid'ah, karena Rasulullah tidak mengajarkan,
Awal di peringati di Indonesia, ketika Presiden Soekarno mendapat saran dari Hamka untuk memperingati setiap Nuzulul Qur'an, karena bertepatan dengan tanggal Kemerdekaan
Indonesia, sebagai rasa Syukur kemerdekaan Indonesia.
Lailatul Qadar
Lailatul Qadar (malam ketetapan), adalah satu malam yang
khusus terjadi di bulan Ramadan. Malam ini dikatakan dalam Alquran pada surah
Al-Qadr, lebih baik daripada seribu bulan. Saat pasti
berlangsungnya malam ini tidak diketahui namun menurut beberapa riwayat, malam ini jatuh pada 10 malam terakhir
pada bulan Ramadan, tepatnya pada salah satu malam ganjil yakni malam
ke-21, 23, 25, 27 atau ke-29. Sebagian muslim biasanya berusaha tidak
melewatkan malam ini dengan menjaga diri tetap terjaga pada malam-malam
terakhir Ramadan sembari beribadah sepanjang malam.[3]
Umrah
Ibadah umrah jika dilakukan pada bulan ini mempunyai nilai dan pahala
yang lebih bila dibandingkan dengan bulan yang lain. Dalam Hadis dikatakan "Umrah di bulan Romadhan
sebanding dengan haji atau haji bersamaku." (HR: Bukhari dan Muslim).[4]
Zakat Fitrah
Zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan khusus pada bulan Ramadan atau
paling lambat sebelum selesainya salat
Idul Fitri. Setiap individu muslim
yang berkemampuan wajib membayar zakat jenis ini. Besarnya zakat fitrah
yang harus dikeluarkan per individu adalah satu sha' makanan pokok di
daerah bersangkutan. Jumlah ini bila dikonversikan kira-kira setara
dengan 2,5 kilogram atau 3,5 liter beras. Penerima Zakat secara umum
ditetapkan dalam 8 golongan (fakir, miskin, amil, muallaf, hamba sahaya, gharimin, fisabilillah,
ibnu sabil) namun menurut beberapa ulama khusus untuk zakat fitrah mesti
didahulukan kepada dua golongan pertama yakni fakir dan miskin.
Pendapat ini disandarkan dengan alasan bahwa jumlah zakat yang sangat
kecil sementara salah satu tujuannya dikeluarkannya zakat fitrah adalah
agar para fakir dan miskin dapat ikut merayakan hari raya.
Idul Fitri
Akhir dari bulan Ramadan dirayakan dengan sukacita oleh seluruh
muslim di seluruh dunia. Pada malam harinya (malam 1 syawal),
yang biasa disebut malam kemenangan, mereka akan mengumandangkan takbir
bersama-sama. Di Indonesia sendiri ritual ini menjadi tontonan yang
menarik karena biasanya para penduduk (yang beragama Islam) akan
mengumandangkan takbir sambil berpawai keliling kota dan kampung,
kadang-kadang dilengkapi dengan memukul beduk dan menyalakan kembang
api.
Esoknya tanggal 1 Syawal, yang dirayakan sebagai hari raya Idul
Fitri, baik laki-laki maupun perempuan muslim akan memadati masjid
maupun lapangan tempat akan dilakukannya Salat Ied. Salat
dilakukan dua raka'at kemudian akan diakhiri oleh dua khotbah mengenai
Idul Fitri. Perayaan kemudian dilanjutkan dengan acara saling memberi
ma'af di antara para muslim, dan sekaligus mengakhiri seluruh rangkaian
aktivitas keagamaan khusus yang menyertai Ramadan.
Kalender Hijriyah didasarkan pada revolusi
bulan
mengelilingi bumi
dan awal setiap bulan ditetapkan saat terjadinya hilal (bulan
sabit). Metode penentuan saat terjadinya hilal yang digunakan saat ini
adalah metode penglihatan dengan mata telanjang (dikenal dengan istilah
rukyah) serta menggunakan metode perhitungan astronomi
(dikenal dengan istilah hisab). Majelis Ulama Indonesia menggunakan
kombinasi hisab dan rukyah untuk penentuan hilal. Nahdlatul Ulama (NU) menggunakan metode rukyah sementara Muhammadiyah
dan Persatuan Islam menggunakan hisab sebagai
sandaran penentuan hilal.[5]
Perbedaan metode ini menyebabkan adanya kemungkinan perbedaan hasil
penetapan kapan awal dan berakhirnya Ramadan sebagaimana sempat terjadi
pada tahun 1998
(1418 H).
Bulan Ramadan di Indonesia dan negara dengan
penduduk mayoritas Islam pada umumnya dapat dihubungkan dengan
meningkatnya daya beli
dan perilaku konsumtif masyarakat akan barang dan jasa. Di
Indonesia sendiri hal ini terkait erat dengan kebiasaan pemerintah
dan perusahaan swasta untuk memberikan Tunjangan Hari Raya (THR)
kepada para pegawainya. Peningkatan ini terjadi di hampir semua sektor
dari transportasi, makanan, minuman hingga kebutuhan rumah tangga.
Sehingga tidak jarang tingkat inflasi
pun mencapai titik tertinggi pada periode bulan ini.[6]
Fenomena ini secara kasat mata terlihat dengan menjamurnya para pedagang
musiman yang menjajakan berbagai komoditas mulai dari makanan hingga
pakaian, di ruang-ruang publik terutama di pinggir jalanan. Di samping
juga maraknya penyelenggaraan bazaar baik yang disponsori oleh
pemerintah, swasta, organisasi tertentu maupun swadaya masyarakat.
Dengan kata lain bulan ramadan membawa berkah bagi
semua umat Islam.
Pada bulan ini pada sebagian daerah di Indonesia, berkembang
kebiasaan jalan-jalan sembari menunggu waktu berbuka, di Bandung kebiasaan ini dikenal dengan nama Ngabuburit,
di Indramayu dikenal dengan nama Luru Sore
(Cari Sore). Biasanya saat ini juga dimanfaatkan untuk membeli makanan
dan minuman untuk dipergunakan saat berbuka puasa.
Di Indonesia umummnya orang berbuka puasa dengan yang manis-manis,
padahal hidangan yang mengadung gula tinggi justru akan mengakibatkan
dampak yang buruk bagi kesehatan. Hal ini berasal dari kesimpulan yang
tergesa-gesa atas sebuah hadis bahwa Rasulullah berbuka puasa dengan
kurma. Karena kurma rasanya manis, maka muncul anggapan bahwa berbuka
(disunahkan) dengan yang manis-manis. Pada akhirnya kesimpulan ini
menjadi waham dan memunculkan budaya berbuka puasa yang keliru di tengah
masyarakat.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Muharam (Bahasa Arab: محرم,
transliterasi: Muharram) adalah bulan pertama dalam penanggalan Hijriyah. Muharram berasal dari kata yang
artinya 'diharamkan' atau 'dipantang', yaitu dilarang melakukan
peperangan atau pertumpahan darah.
Tanggal 1 Muharram
adalah hari Tahun Baru dalam agama Islam.
Maulidur
Rasul yang jatuh pada 12 Rabiul Awal Tahun Gajah merupakan hari keputeraan Nabi
Muhammad s.a.w (Sallallahu Alaihi Wasallam). Baginda adalah nabi terakhir yang
diutus oleh Allah Subhanahu Wa ta’ala. Tapak kelahiran baginda pula kini
mempunyai satu bangunan kecil yang dikenali sebagai Maulid Nabi. Setiap tahun
pada hari itu, umat Islam di seluruh dunia akan mengadakan majlis memperingati
keputeraan Nabi Muhammad s.a.w dengan mengadakan beberapa acara seperti
perarakan, ceramah dan sebagainya. Banyak kelebihan dan keistimewaan yang akan
dikurniakan oleh Allah Subhanahu Wataala kepada mereka yang dapat mengadakan
atau menghadiri majlis Maulidur Rasul. Kita dapat lihat betapa besarnya
kelebihan orang yang memuliakan majlis keputeraan Nabi Muhammad Sallallahu
Alaihi Wasallam, kerana bila berniat sahaja hendak mengadakan Maulud Nabi,
sudah pun dikira mendapat pahala dan dimuliakan. Sememangnya bernazar untuk
melakukan sesuatu yang baik merupakan doa dan dikira amal soleh. Jelas kepada
kita bahawa pembalasan Allah Subhanahu Wataala terhadap kebaikan begitu cepat
sehinggakan terdetik sahaja di hati hendak berbuat kebaikan, sudah Allah
Subhanahu Wataala akan memberi pembalasan yang tiada ternilai. Seseorang yang
beriman, kuat bersandar kepada Allah, ketika di dalam kesusahan dia tetap
tenang dan hatinya hanya mengadu kepada Allah dan mengharapkan pertolongan dan
kasih sayang Allah Subhanahu Wataala. Keberkatan mengadakan Majlis Maulud itu
bukan sahaja didapati oleh orang yang mengadakan majlis itu, tetapi seluruh
ahli rumah atau orang yang tinggal di tempat itu turut mendapat keberkatannya.
KELEBIHAN BULAN RABIUL
AWAL KEPADA UMAT ISLAM
Bulan
Rabiulawal bermaksud bulan dimana bermulanya musim bunga bagi tanaman. Mengikut
kebiasaannya di Tanah Arab, sewaktu bulan Rabiulawal pokok buah-buahan mula
berbunga dan seterusnya berbuah.Maka nama bulan ini diambil sempena musim
berbunga tanaman mereka. Dan setelah kedatangan Islam, Rasulullah saw telah
mengekalkan nama Rabiulawal ini sehinggalah sekarang. Bulan ketiga dalam
kalendar Hijrah ini membawa satu peristiwa besar yang menjadi ingatan kepada
seluruh umat manusia. Perayaan Maulid Nabi pertama kali diperkenalkan
oleh Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak pada masa
pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193).
Ada
yang berpendapat bahwa pendapat itu sendiri berasal dari Sultan Salahuddin
sendiri. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad
SAW, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu, yang sedang
terlibat dalam Perang Salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya
memperebutkan kota Yerusalem.
Nabi
junjungan kita Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam telah diputerakan pada
bulan ini iaitu pada 12 Rabiulawal, yang pada tahun ini jatuh pada 21hb April,
2005. Berbagai acara sambutan diadakan bagi memuliakan hari keputeraan
junjungan kita ini.
Bulan
Rabiulawal adalah seperti bulan-bulan Islam yang lain maka amalan sunat di
bulan Rabiulawal adalah sama seperti amalan sunat di bulan-bulan yang lain.
Kita dianjurkan untuk meningkatkan amalan-amalan fardu dan sunat tanpa mengira
di bulan manapun di sepanjang tahun. Amalan-amalan kita itu akan menjadi
bekalan untuk kita meneruskan perjalanan ke padang mahsyar kelak.
Selain
dari itu, kualiti ibadah juga adalah diambil kira. Niat dan keikhlasan
mempunyai pengaruh yang amat besar dalam menentukan nilai ibadah kita. Diantara
syarat sesuatu ibadah itu diterima ialah niat. Niat itu akan menggambarkan
keikhlasan kita. Kerja yang ikhlas akan membawa kepada kesempurnaan dan
kesempurnaan akan membawa kepada kepuasan dan kepuasan akan membawa kepada
ketenangan..
Selawat
ke atas Nabi Muhammad S.A.W merupakan suatu amalan yang disyariatkan oleh
Islam.Firman Allah (s.w.t) yang bermaksud: “Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”.
[Surah Al-Ahzab: 56]
Manakala
di dalam hadith-hadith Rasulullah (S.A.W.), terdapat banyak arahan dan
kelebihan-kelebihan yang dinyatakan berkenaan dengan selawat ke atas baginda
(S.A.W.), antaranya, Sabda Rasulullah (S.A.W.) yang bermaksud: “Barangsesiapa
yang berselawat ke atasku dengan sekali selawat nescaya Allah (s.w.t) akan
berselawat ke atasnya sepuluh kali”. [Hadith riwayat Imam Muslim daripada
Abdullah bin Amru bin Al-‘Ass r.a].
Sabda
Rasulullah (S.A.W.) yang bermaksud: “Sesungguhnya manusia yang paling utama
denganku pada hari kiamat ialah yang paling banyak berselawat ke atasku”.
[Hadith riwayat Imam Tirmizi daripada Abdullah bin Mas’ud r.a].
Apabila
kita menyambut Maulidur Rasul, banyak kelebihan-kelebihan yang diperolehi.
Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda yang bermaksud:
"Barangsiapa yang membesarkan hari keputeraanku nescaya aku akan menjadi
penolongnya pada hari kiamat dan barangsiapa membelanjakan untuk majlisku
seumpama ia membelanjakan emas sebanyak sebuah gunung untuk agama Allah."
Sayyidina
Abu Bakar As-Siddiq Radiallahuanhu berkata: "Barangsiapa membesarkan
Maulud Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam, maka sesungguhnya ia akan menjadi
temanku di dalam syurga."
Begitu
pula As-Sirri As Saqati berkata: "Barangsiapa pergi ke tempat yang ada
dibaca di situ Maulud Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam sesungguhnya dia diberi
satu kebun daripada kebun-kebun syurga kerana dia pergi ke tempat itu tidak
lain kerana cinta kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam."
Keberkatan mengadakan Majlis Maulud itu bukan sahaja didapati oleh orang yang
mengadakan majlis itu, tetapi seluruh ahli rumah atau orang yang tinggal di
tempat itu turut mendapat keberkatannya.
Jalalaludin
As-Sayuti berkata: "Barangsiapa antara orang Islam yang dibacakan di dalam
rumahnya Maulid Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam, nescaya Allah Subhanahu
Wataala akan menghilangkan dan menjauhkan kemarau dan kecelakaan, bala,
penderitaan, kebencian, hasad, kejahatan dan kecurian terhadap ahli-ahli rumah
itu dan apabila dia mati, Allah Subhanahu Wataala akan memudahkan dia menjawab
akan soalan-soalan Mungkar dan Nakir dan dia akan mendapat tempat bersama
orang-orang yang benar di sisi Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Besar
Kerajaan-Nya."
Beliau
berkata lagi: "Tiada sebuah rumah atau masjid atau tempat-tempat yang
dibaca di dalamnya akan Maulid Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam melainkan
malaikat-malaikat melindungi ahli-ahli tempat itu dan Allah Subhanahu Wataala
akan melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka dan malaikat-malaikat yang berpangkat
besar seperti Jibril, Mikail, Israfil mendoakan kebaikan bagi orang-orang yang
menganjurkan dan menyebabkan adanya majlis Maulid Nabi Sallallahu Alaihi
Wasallam itu."
Kedudukan
selawat ke atas nabi (S.A.W.) ini merupakan perkara yang diwajibkan menurut
sebilangan besar ulama’. Malahan dinukilkan bahawa Al-Imam Al-Qurthubi
menyatakannya sebagai ijma’ ulama’. Apa yang diperselisihkan oleh ulama’ ialah
adakah selawat itu wajib pada setiap kali majlis dan disebut nama Nabi Muhammad
(S.A.W.) atau adakah ianya sunat (bagi yang bersepakat menyatakan ianya wajib
seumur hidup). Dalam hal ini, sebahagian ulama’ menyatakan ianya wajib setiap
kali disebut nama Rasulullah (S.A.W.), dan sebahagian yang lain menyatakan
wajib sekali di sepanjang majlis meskipun dalam majlis tersebut kerap kali
disebut nama Rasulullah (S.A.W.) dan sebahagian yang lain menyatakan wajib
memperbanyakkan selawat tanpa terikat dengan bilangan dan tidak memadai sekali
seumur hidup.
Menurut
jumhur ulama dalam masalah ini, selawat ke atas nabi (S.A.W.) merupakan ibadat
dan jalan mendekatkan diri kepada Allah (s.w.t). Seperti juga zikir, tasbih dan
tahmid. Ia diwajibkan sekali seumur hidup dan disunatkan pada setiap waktu dan
ketika. Sepatutnya juga ke atas setiap muslim memperbanyakkannya. Berkait juga
dengan soalan yang dikemukakan, iaitu tentang hukum selawat dalam sembahyang.
Perkara ini berlaku khilaf di kalangan ulama’.
Menurut
pandangan Mazhab Syafei dan Hambali, selawat diwajibkan dalam sembahyang dan
tidak sah sembahyang tanpa selawat. Manakala dalam Mazhab Maliki dan Hanafi,
selawat merupakan perkara yang sunat muakkad dan sah sembahyang tanpanya tetapi
dalam keadaan yang makruh.
Kelebihan
berselawat yang lain lagi ialah sebagaimana hadis Baginda Sallallahu Alaihi
Wassalam seterusnya, daripada Umar bin Al-Khattab, ia berkata : Rasulullah
Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda maksudnya, "Sesungguhnya doa itu
terhenti antara langit dan bumi, tidak naik barang sedikit juga daripadanya
sehingga engkau berselawat ke atas-Ku". (Riwayat Al-Imam At-Termidzi)
Dengan
memperbanyakkan selawat juga kita akan dapat mendekatkan diri kepada Allah
Subhanahu Wata'ala, menghilangkan kesusahan dan kegelisahan, meluaskan rezeki,
dikabulkan segala keperluannya dan insya Allah akan memperolehi syafaat di
akhirat kelak. Semua ini akan dapat dicapai jika kita sentiasa mengamalkannya
dengan penuh yakin dan istiqamah. Walau bagaimanapun janganlah menganggap hanya
dengan berselawat sahaja kita akan memperolehi kelebihan-kelebihan yang telah
disebutkan tadi sedangkan amalan-amalan yang lebih utama seperti sembahyang,
puasa, membayar zakat dan lain-lain lagi diabaikan.
Kelebihan
lain yang kita dapat ialah merapatkan hubungan sesama insan, apabila menyambut
Maulidur Rasul, kita pasti akan berkumpul di tempat yang di adakan majlis
tersebut, semasa majlis berlangsung, kita dapat lihat setiap orang bergotong
royong melakukan sesuatu pekerjaan yang ditetapkan samaada secara bersendirian
atau berkumpulan, hal ini dapat mengeratkan lagi hubungan sesama islam yang
lain. Apabila kita berkumpul di dalam satu majlis itu, sedikit sebanyak kita
juga dapat mendisiplinkan diri dan mematuhi arahan ketua, kelebihan ini juga,
membolehkan kita bersikap menghormati orang lain di samping dapat memupuk
semangat bekerjasama antara satu sama lain.
Kebiasaannya,
majlis Maulidur Rasul diadakan di masjid, surau, ataupun di sekolah-sekolah.
Dengan adanya majlis seperti ini, kita dapat bekerjasama dan saling bantu
membantu antara satu sama lain. Jurang yang memisahkan seseorang sebelum
ini dapat di eratkan dengan melalukan aktiviti seharian yang berlainan seperti
bekerja, dapat kita perbaiki dengan menghadiri majlis sebergini. Memupuk
semangat perpaduan sesama muslim juga amat disukai oleh Allah s.w.t.
Allah berfirman, “Berpeganglah kamu kepada tali Allah dan janganlah kamu
bercerai berai” [Surah Al-Imran:103]
Sememangnya
bernazar untuk melakukan sesuatu yang baik merupakan doa dan dikira amal soleh.
Jelas kepada kita bahawa pembalasan Allah Subhanahu Wataala terhadap kebaikan
begitu cepat sehinggakan terdetik sahaja di hati hendak berbuat kebaikan, sudah
Allah Subhanahu Wataala akan memberi pembalasan yang tiada ternilai.
Menyambut Maulidur rasul bukanlah untuk menjadikannya salah satu perayaan
ibadah tapi hanya sekadar untuk mengingati dan mensyukuri akan kelahiran Nabi
kita yang menjadi pembimbing kita keluar dari kegelapan. Menurut Ibnu al-Hajj,
"Menjadi satu kewajiban bagi kita untuk membanyakkan kesyukuran kita
kepada Allah setiap hari Isnin bulan Rabi'ul Awwal kerana Dia telah
mengurniakan kepada kita nikmat yang besar iaitu diutusNya Nabi (s.a.w) untuk
menyampaikan Islam kepada kita dan menyebarkan islam.
Dengan
adanya sambutan Maulidur rasul maka kita akan dapat memperkenalkan muslimin
siapa itu Muhamaad dan secara tak langsung kita akan membuatkan hati Muslimin
tergerak untuk berselawat keatas Nabi (s.a.w) ,meniru akhlak nabi dan meniru
segala perbuatan baginda dan memuji baginda yang merupakan satu perkara yang
diperintahkan oleh Allah di dalam ayat,"Sesungguhnya Allah dan para
Malaikat berselawat keatas Nabi, wahai orang-orang yang beriman ! berselawatlah
kamu dan berilah salam keatasnya".
Sambutan
ini dilakukan adalah semata untuk memperingati hari kelahiran baginda dan ia
secara tidak langsung akan membuka ruang bagi kita untuk memperingati perkara-perkara
lain yang berkaitan dengan baginda. Apabila ini kita lakukan, Allah akan redha
pada kita, kerana kita akan lebih bersedia untuk mengetahui sirah baginda dan
lebih bersedia untuk mencontohi dan mengamalkan ahklak baginda dan
memperbetulkan kesilapan kita. Itulah sebabnya, kenapa sambutan hari lahir
baginda merupakan satu rahmat buat kita semua.Kerana baginda adalah ikutan kita
dan ia mempunyai akhlak yang mulia sepertimana Firman Allah didalam Al-Quran,
"Sesungguhnya engkau mempunyai ahklak yang mulia" (al-Qalam: 4).
Dan
bila kita melewati kembali sirah Nabi, antara cara Nabi mahu meningkatkan
semangat juang para sahabat yang lain ialah memuji-muji diri baginda dan
bercerita mengenai akhlak baginda dengan bersayembara syair. Ini telah
dinyatakan oleh Al-hafiz Ibnu Kathir didalam kitabnya bahawa para Sahabat ada
meriwayatkan bahawa Nabi (s.a.w) memuji nama baginda dan membaca syair mengenai
diri baginda semasa peperangan Hunayn untuk membakar semangat para Sahabat dan
menakutkan para musuh. Pada hari itu baginda berkata,"Aku adalah
Rasulullah! Ini bukanlah dusta. Aku anak Abdul Mutalib.
Rasulullah
(s.a.w) sebenarnya amat bergembira dan menyenangi mereka yang memuji baginda
kerana ianya merupakan perintah Allah dan baginda memberi kepada mereka apa yang
Allah anugerahkan kepada baginda. Apabila kita bersama-sama berkumpul untuk
mendekati Nabi (s.a.w), kita sebenarnya juga, melakukan sesuatu untuk
mendekatkan diri kita kepada Allah justeru kerana mendekati Nabi (s.a.w) akan
membuatkan Allah redha kepada kita. Terdapat juga hadith riwayat Bukhari
didalam al-Adab al-mufrad (bukan semua hadis didalam ini adalah sahih) dan
kitab-kitab lain, Rasulullah (s.a.w) bersabda,"Terdapat hikmah di dalam
syair"; dan kerana itu bapa saudara Nabi (s.a.w) Al-'Abbas mengarang syair
memuji kelahiran Nabi (s.a.w) seperti didalam rangkap berikut:
“Dikala
dikau dilahirkan , bumi bersinar terang Hinggakan nyaris-nyaris pasak-pasak
bumi tidak mampu untuk menanggung cahaya mu, Dan kami dapat terus melangkah
Lantaran kerana sinar dan cahaya dan jalan yang terpimpin.”
Dalam bulan Rabiul Awal ini juga umat Islam dapat mengingati kisah-kisah para
rasul dan nabi. Kisah- kisah ini dapat memberi pengajaran dan tauladan kepada
kita semua. Pada bulan ini lah berlakunya beberapa peperangan. Antara
peperangan yang berlaku di bulan Rabiul Awal ialah peperangan Safwan (Badar
pertama), Bawat, Zi Amar (Ghatfan), Bani An-Nadhir, Daumatul Jandal dan
peperangan Bani Lahyan.
Setelah
hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah bersama-sama para sahabatnya dan
diterima baik oleh orang-orang anshar, Islam telah berkembang, tersebar luas
dan diterima oleh banyak kabilah-kabilah arab. Kekuatan dan ekonomi
Madinah telah menjadi kukuh. Orang-orang arab Quraisy Makkah tidak senang
hati dengan kemajuan ini. Perang Badar merupakan perang pertama yang dilalui
oleh umat Islam di Madinah. Ia merupakan isyarat betapa mulianya umat Islam
yang berpegang teguh pada tali agama Allah. Kemenangan besar kaum
muslimin tidak terletak pada jumlah tentera yang ikut serta tetapi terkandung
dalam kekuatan iman yang tertanam disanubari mereka. Dengan Keyakinan
mereka pada Allah yang sangat kukuh itu, Allah telah menurunkan bantuan ibarat
air yang mengalir menuju lembah yang curam. Tidak ada sesiapa yang
dapat menahan betapa besarnya pertolongan Allah terhadap umat yang senantiasa
menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.
Dikisahkan,
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam terlebih dahulu sampai di sumber mata air
Badar dan memutuskan untuk berhenti di tempat itu. Dan itu merupakan sebahagian
dari strategi agar pasukan kaum muslimin dekat dengan sumber air. Melihat hal
itu, Habab ibn Mundzir berkomentar, “Wahai Rasulullah! Mengapa engkau memilih
tempat ini sebagai pemberhentian kita? Apakah tempat ini memang telah
ditentukan Allah kepadamu dan kita tidak dapat memajukan atau mengundurkannya
sedikitpun, ataukah ini adalah bagian dari pendapat, strategi, dan siasat
perang?” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam menjawab, “Ini hanyalah sekedar
pendapat, stategi, dan taktik perang.”
Maka
Habab berkata, “Wahai Rasulullah, jika demikian halnya, aku juga ingin
mengemukakan pendapatku. Menurutku, tempat ini tidak tepat untuk kita berhenti.
Sebaiknya kita terus berjalan hingga sampai di mata air yang paling dekat dengan
perkemahan bangsa Quraisy. Setelah itu, kita duduki tempat tersebut dan kita
hancurkan seluruh sumur yang ada di seberangnya dan menjadikannya kolam
penampungan air. Lalu, kita penuhi kolam itu dengan air dan kita baru menyerang
mereka. Dengan begitu, niscaya kita akan dapat minum air itu sedang mereka sama
sekali tidak bisa meminumnya.”
Pada
saat itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam berkata, “Pendapatmu sangat
bagus!” Kemudian, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam pun menjalankan taktik
yang ditawarkan oleh Habab ibn Mundzir radhiallahu ‘anhu. Petunjuk yang
diberikan oleh Habab ini diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dengan riwayat munqathi’
-Ibnu Hisyam (2/312-313), atau dengan riwayat mursal dan terhenti pada Urwah
sebagaimana yang tertulis dalam al-Ishabah (1/302), Hakim (3/446-447). Riwayat
tersebut dinilai sebagai hadis munkar oleh Dzahabi dan Umawi sebagaimana yang
diungkapkan oleh Ibnu Katsir di dalam al-Bidayah wa an-Nihayah (3/293) dengan
silsilah periwayatan yang munqathi’ (terputus).
Ketika
mereka telah berhasil menduduki tempat yang dimaksud, Sa’ad ibn Muadz berkata
kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam, “Wahai Nabi Allah! Tidakkah kami
perlu membangun kemah khusus untuk tempat istirahatmu, menyiapkan hewan
kendaraanmu dan kemudian kita baru menyerang musuh kita? Sungguh, seandainya
Allah memberikan kemenangan dan kejayaan kepada kita atas musuh-musuh kami,
maka itulah yang kami inginkan. Namun, bila kenyataan yang terjadi adalah
sebaliknya, maka engkau sudah siap untuk menyelamatkan diri dan menemui kaum
kita. Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada beberapa kaum yang menantimu di tanah
air kita dan kecintaan mereka terhadapmu lebih besar dari kami. Sehingga, bila
mereka mendengar bahwa engkau berperang, niscaya mereka pun tidak akan tinggal
diam. Allah pasti akan melindungimu dengan mereka. Sebab mereka pasti akan
memberimu pertimbangan dan senantiasa berjuang di belakangmu.” Maka, Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasalam pun menyepakati usulan Sa’ad tersebut.
Meskipun
demikian, perlu digaris bawahi bahwa saat terjadinya perang Badar tersebut,
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam ikut berperang aktif dan terlibat
langsung dalam pertempuran. Jadi, beliau tidak hanya berada di dalam kemah dan
berdoa saja sebagaimana dipahami oleh sebagian ahli sejarah.
Ahmad
menuturkan: Ali radhiallahu ‘anhu menceritakan, “Kalian tentu telah menyaksikan
bagaimana kami pada saat pecahnya perang Badar. Saat itu, kami berlindung di
belakang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam, sedang beliau terus membawa
kami mendekati musuh. Dan beliau adalah orang yang paling berani ketika itu.”
Dengan
isnad yang sama, sebuah hadis lain menuturkan, “Ketika keberanian mulai
memuncak pada saat perang Badar, kami terus bergerak bersama-sama Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasalam Bahkan, beliau adalah orang yang paling berani.
Terbukti, tidak ada satu pun kaum muslimin yang paling dekat dengan musuh
selain beliau.”
Muslim
meriwayatkan: Pada perang Badar, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam berkata
kepada para sahabatnya, “Jangan ada seorang pun di antara kalian bergerak
sebelum aku memberi komando.”
Ibnu
Katsir berkata, “Beliau terjun dan terlibat langsung dalam pertempuran itu
dengan segenap jiwa dan raga. Demikian halnya dengan Abu Bakar ash-Shiddiq.
Sehingga, keduanya tidak hanya berjuang dengan berdoa dan bermunajat kepada
Allah di dalam kemah saja, tetapi juga turun ke medan pertempuran dan bertempur
dengan mengerahkan segala daya dan upaya.”
Demikianlah,
setelah pada siang harinya mengerahkan segala kemampuan dan daya upaya yang
mungkin dapat dilakukan untuk memenangkan pertempuran, pada malam harinya
beliau menghabiskan waktunya untuk terus berdoa dan memohon kepada Allah untuk
memberikan kemenangan terhadap pihak tentara Islam.
Adapun
salah satu doa beliau saat itu adalah seperti yang diriwayatkan dalam Shahih
Muslim berikut: “Ya Allah, sempurnakanlah kepadaku segala apa yang telah Engkau
janjikan kepadaku. Ya Allah, berikanlah apa-apa yang telah Engkau janjikan
kepadaku. Ya Allah, jika Engkau membinasakan pasukan Islam, tentulah Engkau
tidak akan lagi disembah di muka bumi ini.”
Sebuah
riwayat mengatakan: Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam terus berdoa sampai
kain serbannya terjatuh dari kedua pundak beliau. Kemudian, Abu Bakar datang
menghampiri beliau, mengambil serban beliau yang terjatuh dan kemudian
memakaikannya kembali ke pundak beliau. Setelah itu, ia pun melakukan apa yang
dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam di belakangnya. Setelah
itu, Abu bakar berkata, “Wahai Nabi Allah, tidakkah sudah cukup permohonanmu
kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, kerana sesungguhnya Allah pasti akan memenuhi
seluruh janji-Nya kepadamu?”
Maka
Allah berfirman,“(lngatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu,
lalu diperkenankan-Nya bagimu, ‘Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan
kepadamu dengan seribu malaikat yang datang bertutut-turut’.” (QS. Al-Anfal: 9)
Dan benar, esok harinya, Allah mengirimkan bala bantuan kepada mereka berupa
pasukan tentara malaikat.”
Adapun
doa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam pada saat perang Badar yang
diriwayatkan oleh Bukhari adalah:”Ya Allah, hamba memohon kepada Engkau akan
janji dan perjanjian Engkau. Ya Allah, jika Engkau berkehendak (membuat hamba
kalah), Engkau tidak akan disembah setelah hari (peperangan) ini.”
Riwayat
lain menceritakan: Lalu Abu Bakar memegang tangan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wasalam dan kemudian berkata, “Sudahlah Rasulullah, engkau sudah meminta dan
mendesak Tuhanmu tanpa henti!” Esok harinya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wasalam mempergunakan baju besi dan kemudian keluar dari kemahnya seraya
berkata, “Golongan itu (pasukan Quraisy) pasti akan dikalahkan dan mereka akan
mundur ke belakang.” (QS. Al-Qamar: 45)
Ibnu
Hatim menceritakan: Ikrimah berkata, “Ketika diturunkannya ayat ‘golongan itu
(pasukan Quraisy) pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang … ‘,
Umar berkata alam hati, “Golongan manakah yang akan dikalahkan itu?”
Umar
radhiallahu ‘anhu juga menceritakan: Ketika perang Badar dimulai, aku melihat
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam mempergunakan baju besi sambil berkata,
Golongan itu (pasukan Quraisy) pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke
belakang.” Maka, aku segera mengetahui maksud ucapan Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wasalam tersebut.”
Pada
hari Jum’at pagi, tanggal 17 Ramadhan, tahun ke-2 hijriah, tepatnya ketika
kedua belah pihak (muslim dan Quraisy) sudah saling berhadapan dan sedang
mengambil ancang-ancang untuk saling menyerbu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wasalam berdoa kepada Allah seraya berkata: “Ya Allah, itulah kaum Quraisy yang
telah datang dengan sombong dan congkaknya. Mereka memusuhi-Mu, menyalahi
perintah-perintahMu, dan mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah, aku hanya meminta
pertolongan yang telah Engkau janjikan kepada hamba. Ya Allah, binasakanlah
mereka pagi ini!”
Setiap
kali akan berangkat bertempur, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam selalu
terlebih dahulu merapatkan barisan pasukan kaum muslimin. Dia melakukan
inspeksi barisan seraya menggenggam sebuah anak panah. Saat Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wasalam sedang melakukan pemeriksaan barisan, tiba-tiba beliau
menekankan anak panah beliau ke perut Sawad ibn Ghaziyyah. Pasalnya, waktu itu
ia agak sedikit keluar dari barisan. Beliau berkata kepadanya, “Sawad, luruskan
barisanmu!” Sawad pun menjawab, “Rasulullah, engkau telah menyakitiku, maka
bolehkah aku membalasmu?” Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam membuka
bagian perut beliau seraya berkata, “Lakukanlah!” Akan tetapi, Sawad ternyata
tidak jadi membalas, tetapi justru memeluk Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wasalam dan mencium bagian perut beliau. Dengan heran, Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wasalam bertanya, “Apa yang membuatmu seperti ini, Sawad?”
Sawad
menjawab, ”Wahai Rasulullah, seperti itulah yang aku inginkan. Sesungguhnya aku
telah berharap agar mati setelah bisa menyentuhkan kulitku dengan kulitmu.”
Lantas, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam pun mendoakan Sawad dengan hal
yang baik-baik. Setelah itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam memberikan
berbagai arahan dan pengarahan kepada pasukan muslim tentang berbagai hal yang
berkaitan strategi dan siasat mereka hari itu.
Beliau
berkata, “Apabila mereka mendekati kalian, maka serang mereka dengan anak panah
kalian dan jangan sampai didahului oleh mereka! Ingat, jangan sampai kalian
melupakan pedang kalian hingga kalian lengah dan dapat dirobohkan.” Setelah
berpesan demikian, beliau lantas mengobarkan semangat pasukan muslimin dengan
berkata, “Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di genggaman-Nya, setiap orang
yang berperang melawan mereka (pasukan Quraisy) pada hari ini, kemudian mati
dalam keadaan tabah, mengharapkan keredhaan Allah, maju terus pantang mundur,
pasti akan dimasukkan ke dalam surga. “
Di
dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dikatakan bahwa ketika kaum musyrikin
telah mendekat, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam berkata, “Bangkitlah
kalian untuk menuju syurga yang luasnya seperti luas langit dan bumi.”
Mendengar ucapan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam tersebut, Umair ibn
Humam al-Anshari berkata, “Wahai Rasulullah! Apakah benar syurga memiliki luas
seperti luas langit dan bumi?” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam menjawab,
“Benar.” Dengan terkagum-kagum, Umair berucap, “Oh, betapa besarnya syurga
itu!” Lalu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam bertanya kepada Umair,
“Mengapa engkau berkata demikian?” Umair menjawab, “Tidak, Rasulullah. Demi
Allah, aku hanya berharap menjadi bagian dari penghuninya.” Beliau berkata,
“Engkau akan menjadi salah satu penghuninya. “
Kemudian,
ia mengeluarkan beberapa butir kurma dan memakannya. Setelah itu, ia berkata,
“Seandainya aku masih hidup dan dapat memakan kurma-kurma ini, maka itu adalah
kehidupan yang sangat panjang.” Lalu ia melemparkan kurma yang ada di
genggamannya dan kemudian menjadi beringas bertempur sampai akhirnya syahid.
Auf
ibn Harits (putra Afra) berkata, ”Wahai Rasulullah, apa yang membuat Allah
tersenyum saat melihat hamba-Nya?” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam
menjawab, “Ketika tangan seorang hamba itu menceburkannya ke tengah-tengah musuh
tanpa mempergunakan pelindung.” Maka, seketika itu juga Auf membuka pakaian
besi yang melindunginya, dan kemudian melemparkannya. Setelah itu, ia menghunus
pedangnya dan bertempur di medan perang sampai terbunuh.”
Sebelum
dimulainya peperangan, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam meminta kepada
para sahabatnya untuk tidak membunuh orang-orang dari Bani Hasyim dan beberapa
orang lainnya. Pasalnya, mereka ikut meninggalkan kota Mekah dan berperang
kerana dipaksa. Dan di antara mereka yang disebutkan namanya oleh Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasalam adalah Abu Bukhtari ibn Hisyam (salah satu orang
yang pergi ke Ka’bah untuk merobek surat pemboikotan bangsa Quraisy terhadap
kaum muslimin dan ia sama sekali tidak menyakiti Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wasalam) dan Abbas ibn Abdul Muthalib.
Ketika
Abu Hudzaifah mendengar perintah itu, ia berkata, “Apakah kami harus membunuh
bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, dan keluarga kami, sementara kami
harus membiarkan Abbas hidup? Demi Allah, bila aku bertemu dengannya, niscaya
aku akan menebasnya dengan pedang.” Akhirnya, ucapan tersebut sampai ke telinga
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam Maka, beliau pun berkata kepada Umar,
“Wahai Abu Hafshah, benarkah ia akan memukul wajah paman Rasulullah dengan
pedang?” Umar berkata, “Wahai Rasulullah, izinkan saya untuk memenggal lehernya
dengan pedang. Demi Allah, ia telah berbuat kemunafikan.” Sementara itu,
beberapa waktu kemudian, Abu Hudzaifah berkata, “Aku merasa tidak tenteram
dengan kata-kataku saat itu. Bahkan sampai sekarang aku masih merasa takut,
kecuali bila aku sudah menebusnya dengan kesyahidan.” Maka, akhirnya Abu
Hudzaifah pun mati syahid pada perang Yamamah.
Dikisahkan
bahwa sebelum peperangan dimulai, Asad ibn Abdul Asad al-¬Makhzumi keluar dari
pasukan Quraisy seraya berkata, “Demi tuhan, aku sungguh-sungguh akan meminum
air kolam mereka, akan merusaknya (kolam air), atau mati di hadapannya.” Maka,
ketika ia sudah mendekat, Hamzah pun merintanginya dan menyerangnya. Hamzah
berhasil memukulnya hingga kakinya retak. Akan tetapi, Asad masih terus
merangkak menuju ke kolam guna memenuhi sumpahnya dan Hamzah terus
mengikutinya, memukul, dan akhirnya membunuhnya di depan kolam tersebut.
Pengajaran
dari peperangan ini menunjukkan bahwa kaum Quraisy tidak bersatu padu.
Ini terbukti apabila ada beberapa pasukan yang menarik diri sebelum perang
terjadi. Dengan ini sebagai orang Islam kita harus bersatu demi untuk
mencapai kemenangan.
Kaum Quraisy terlalu yakin yang mereka akan
berjaya memusnahkan Islam yang memang sedikit dari jumlah tetapi tidak dari
semangat. Mereka tidak dapat mengalah tentera Islam kerana semangat
tentera Islam begitu kukuh kerana Rasulullah telah berjaya menjalin
silaturrahim yang kuat sesama Islam. Nabi Muhammad S.A.W pintar mengendalikan
taktik peperangan. Orang Islam mempunyai pegangan iaitu berjaya didunia
atau mati syahid.